Sabtu, 16 April 2016, Komunitas Gubuak Kopi kembali menggelar agenda berkesenian di tengah-tengah masyarakat. Kali ini melalui program Kelas Warga yang ke tiga, dalam rangka memberi pendidikan seni dan mendekakan seni dengan masyarakat, Komunitas Gubuak Kopi bekerja sama dengan Pemuda Kampung Jawa Solok, menghadirkan “Teater di Kapung Jawa”. Kegiatan ini menghadirkan dua kelompok seni profesional untuk berbagi ilmu dengan masyarakat Kampung Jawa, Solok.
Kegiatan ini digelar di Gelanggang Gubuakkopi, atau sebelumnya dikenal halaman TK Alquran lama. Kegiatan ini dihadiri oleh warga Kota Solok dan Kampung Jawa Khususnya, dan tidak kalah, di buku tamu terilat hadir pengunjung dari Guguak Solok, Batu Sangkar, Kota Padang, Padangpanjang, dan sebagainya. Kegiatan ini dibuka oleh Bapak Syahroni selaku Ketua RT. Menurut bapak RT, kegiatan ini adalah gebrakan baru untuk Kampung Jawa sendiri, yang sangat awam dengan istilah yang berkaitan dengan Teater.
Dheli selaku ketua pelaksana, mengaku senang atas antusias warga yang ikut membantu dan menyumbang untuk kelancaran kegiatan ini. Lebih jauh Albert ketua Gubuak Kopi menambahkan, bahwa sebenarnya masyarakat tidak lah asing dengan Teater.
“Di sini sering digelar, kuda lumping, kuda kepang, randai, dan lain-lain. Kesenian pertunjukan Rakyat, atau teater rakyat, dari dua kebudayaan berbeda ini hidup harmonis di Kampung Jawa, Solok. Untuk itu Komunitas Gubuak Kopi juga berniat memberikan ragam lainnya dari seni pertunjukan kepada warga Kampung Jawa – dan mereka juga menyambut walau istilah teater itu masih samar bagi mereka, ada pun yang tahu, menganggap “teater” adalah “seni yang eksklusif”.
Malam itu hadir Kelompok Teater Kotak Kotak Ganas dari Padangpanjang dan Teater Bangsat dari Kota Padang.Reza Astika, dari Kelompok Kotak Kotak Ganas, menyambut hangat gerakan ini, baginya langkah yang dilakukan oleh Komunitas Gubuak Kopi; mengeluarkan teater dari taman budaya atau pun gedung pertunjukan masih sangat jarang kita temukan di Sumatra Barat, dan itu sangat penting untuk masyarakat agar bisa lebih ‘akrab’ dengan teater. Hal serupa juga di sampaikan Roro, dari teater Bangsat, teater tidak selalu terkurung gedung-gedung pertunjukan, mereka bisa dinikmati dan dipelajari setiap lapisan masyarakat.
Apis, penoton, mengaku senang bisa mengenal Pantomime, Pembacaan Puisi, dan Monolog yang selama ini masih misteri baginya. Berharap setelah ini ada kegiatan-kegiatan serupa atau kegiatan yang lebih segar dari Komunitas Gubuak Kopi untuk masyarakat. Kegiatan ini juga didukung sepenuhnya oleh Lembaga Seni dan Budaya Atok Solok, sebagai salah satu lembaga bekerja mengembangkan pendidikan seni di Kota Solok. Berikutnya Komunitas Gubuak Kopi dan Atok Solok akan terus mengembangkan kegiatan-kegiatan kreatif baru ataupun pendalaman bakat dari talen-talen lokal muda-mudi Solok. (hms)