Berikut adalah sebuah foto esai #GBKPictStory yang disusun oleh Albert Rahman Putra dan Khairul Hatta yang bertemakan melihat dari dekat kehidupan dan tata Kota Padangpanjang, Sumatera Barat, melalui karya fotografi dan narasi fiksi dalam topik Sore Di Kampung Dobi.
Apa yang menarik dari kampung Dobi selain bangunan yang rapat, bunga-bunga cantik, atau rumah-rumah klasik?
A: Kampung Dobi ini sebenarnya adalah salah satu tempat yang cukup tua di Padangpanjang.
B: Kok gitu?
A: Liat aja bangunannya klasik semua, rumah rapat, jalan sempit. Nah… jalan sempit! Dulu orang-orang kayaknya nggak ada bayangan tentang mobil di sini makanya jalanan sempit..
B: Hah??
A: Kok “hah”??
B: Tapi buat gue (saya) Kampung Dobi itu terlihat seperti pusat perumahan yang nggak ditata dengan serius gitu..
A: iya, emang gitu. Kan dulu belum ada yang namanya ahli tata kota.. makanya unik.
B: ha? Kok unik sih.
A: Iya unik, kota-kota sekarang kan banyak ‘makan tempat’ gitu.. ini enggak.
B: No man, coba lo (kamu) bayangin kalau ada gempa bumi, trus rumahnya pada rubuh. Atau kebakaran misalnya?
A: No man, ini Padangpanjang.. di kaki gunung, udah sering gempa, kalau kebakaran kan sekarang ada alat sedotan air dari selokan gitu, trus bisa langsung ditembak ke arah api, tapi ya kalau telat bisa cepat menyebarnya..
B: semoga aja selokanya nggak banyak sampah. Lagian, alat pompa air itu kan minimal kedalaman airnya harus 1,5 meter.
A: sampah? lumayan sih.. tapi kan jadi ada kegiatan goro rutin gitu man.. bagus untuk solidaritas dan silaturahmi
B: Haa???
B: Tapi bakalan ada banyak penyakit man. Nyamuk, tikus besar, dan yang paling parahnya ada banyak hantu man.
A: hantu?? jangan salah man.. ini kota ‘serambi mekah’, jadi hantunya nggak ada.. kalau ada pun ya.. paling hantu syariah gitu man.
B: Eh, tapi itu sampahnya ditaroh di depan pintu man.
A: Nah, itu dia man. Enggak semua orang yang buang sampah di selokan man.
B: Tapi kalau ada ‘anjing liar’ yang mampir, trus malah digigit, disobek, disebar dimana-mana??
A: eits… jangan salah lagi man, beberapa tahun lalu anjing-anjing liar sudah di esksekusi mati atas izin pemerintah kota.
B: Jadi nggak ada anjing liar lagi??
B: dibunuh maksudnya? kok nggak diadobsi?
A: eits.. tuh kan, jangan salah lagi. Kota serambi mekah man, haram memelihara anjing.
A: Lagian disini juga bagus untuk anak- anak di masa pertumbuhan, temannya banyak, nggak perlu pergi main jauh, cukup berkeliaran di gang tanpa harus takut ditabrak motor.
B: Iya juga sih.. eh, tapi mana anak-anak nya?
A: Tunggu, Keren kan men, rumahnya kayak sama tinggi gitu dengan jalan lintas utama kota.
B: eh, tapi anak-anaknya nggak sampai kesini kan?
A: kadang-kadang Man..
B: Oh, jadi kampung Dobi ini diapit (dikelilingi) oleh jalan lintas ya man!?..
A: Yoyoi.. kampungnya itu kayak rumah-rumah di bawah jembatan layang, kayak di Jakarta gitu man.
B: Seettttt… ada pancuran…
A: No man.. itu limbah toilet man..
A: nah, ada garis bekas main “lore” nih..
B: Tapi mana anak-anak nya??
A: Kayaknya di mana-mana orang pada sibuk sama batu cincin man..
B: iya, tadi aku juga liat di atas..
A: Nah tu dia lagi rame disana..
B: kira-kira pada ngapain ya??
A : seeettt… mereka lagi workshop batu cincin man…
***
*Foto dan narasi ini sebelumnya telah dipublikasikan di akun instagram Komunitas Gubuak Kopi (@gubuakkopi) dengan hastag: #GBKPictStory #KampungDobi
**Foto & Story: Albert Rahman Putra dan Hatta