Monthly Archives: March 2016

DOC. NGOBROL SANTAI BERSAMA PAUL AGUSTA

Jumat, 24 Maret 2016 lalu Komunitas Gubuak Kopi kedatangan tamu spesial, Paul Agusta. Paul adalah salah seorang sineas yang namanya cukup dikenal di luar atau pun di dalam negeri. Sebelumnya ia dikenal sebagai seorang kritikus filem dan musik, kurator filem, juga terlibat dalam berbagai festival. Awal tahun 2007, ia memutuskan untuk memproduksi karyanya sendiri. Filem pertamanya, Kado Hari Jadi telah diputar di berbagai festival dan event filem di berbagai negara. At The Very Bottom of Everything adalah filem panjang keduanya.

 

Pada kesempatan itu Paul menyempatkan diri berbagi pengalaman panjang dalam dunia sinema dan perfileman di Kelas Warga, Gubuakkopi.

Berikut dokumentasinya:

SINEMA DI POJOK PASAR KITA

Selamat Hari Filem Nasional!

Dalam rangka merayakan hari filem nasional pada 30 Maret mendatang, Komunitas Gubuak Kopi bersama Rumah Kreatif Solok menggelar agenda penayangan filem di Pasar Raya Kota Solok dan di Taman Belajar Gubuak Kopi.

Rubuhnya gedung bioskop tua di sudut persimpangan pasar raya Kota Solok penghujung 2012 lalu, hingga saat ini terkenang sebagai simbol tidak adanya perhatian dan keberpihakan pemerintah sebelumnya terhadap kultur sinema di Solok. Tapi persoalannya memang tidak sesederhana itu, mudahnya akses ke ibu kota (Padang, yang nyatanya lebih maju), kegagalan perusahaan (bioskop) dalam monopoli filem, serta maraknya vcd/dvd bajakan dan hadirnya filem-filem bioskop di televisi, sering kali dianggap sebagai penyebab utama punahnya bioskop ini. Pembiaran ini (merubuhkan bioskop) salah satunya merupakan bukti tidak berkembangnya pengetahuan sinema di kota kecil yang dulu sangat ramai ini. Pemahaman di atas, barang kali menunjukan bahwa bioskop/sinema/filem semata-mata dianggap barang industri, yang kemudian oleh istilah pasar “galeh ndak laku, tapaso mangguluang lapiak” (kalau barang dagangan tidak dibeli, mau tidak mau gulung tikar).

Mimpi mengenai ruang tayang yang nyaman (bioskop) untuk para pegiat sinema lokal memang perlahan padam, tapi itu tidak berarti mustahil dan hambatan besar. Setelah beberapa kali melakukan penayangan dan diskusi filem, Komunitas Gubuak Kopi pada tahun 2015 meluncurkan progrom yang kami sebut Sinema Pojok. Sebuah ruang distribusi dan pengembangan pengetahuan sinema. Kegiatan ini berlanjut menjadi agenda penayangan filem reguler – dua minggu sekali, hingga sekarang. Menghadirkan filem-filem sejarah, fiksi, dokumenter, eksperimental, klasik, dan filem-filem yang diangap penting dalam sejarah sinema dunia. Pada perhelatan hari filem nasional kali ini Sinema Pojok akan kembali hadir di tengah masyarakat Solok dengan agenda yang sedikit unik, yang pertama adalah mengingatkan kembali siapa dan dari mana bapak perfileman nasional berasal, dan kemudian mengambarkan pemahaman sinema yang tidak cuma soal hiburan dan pasar.

Silahkan hadir!

leftlet


 

Berikut Pilihan Filem dan Jadwal Tayang:

HARIMAU TJAMPA (1953)

trailer filem Harimau Tjampa

Sutradara: D. Djajakusuma | Produser: Usmar Ismail (Perfini) | 97 Menit | Bahasa: Indonesia | Subteks: English

Sinopsis:

Dengan dendam terhadap pembunuh ayahnya, Lukman (Bambang Hermanto) berguru silat di kampung Pau. Mula-mula ia meminta pada Datuk Langit (Rd Ismail), tetapi dimintai bayaran tiga kerbau. Akhirnya ia belajar pada seorang guru yang dilihatnya berhasil mengalahkan musuhnya dalam sebuah perkelahian. Guru ini memberi syarat agar silatnya tidak dipergunakan dengan sembarangan, dan Lukman pun berjanji. Berulang kali janji itu dilanggar, tetapi selalu dimaafkan oleh gurunya itu, hingga ia tamat memperoleh ilmu silat. Janji ini dilanggar lagi saat ia tengah berjudi. Bandar judi yang menghalangi percintaannya secara tidak sengaja tertusuk pisaunya sendiri. Lukman pun masuk ke dalam penjara. Di dalam penjara itu diperoleh kepastian bahwa pembunuhan itu atas perintah kepala negeri, yaitu Datuk Langit. Lukman meloloskan diri dari penjara untuk membuat perhitungan. Datuk Langit diringkus dan diserahlan ke polisi sebagai pembunuh, sedangkan Lukman juga menyerahkan diri buat menjalani sisa hukumannya

Tayang pada:

  • Rabu, 30 Maret 2016
  • 19.30 wib
  • Area Parkir Pasar Raya Semi Modern Kota Solok (Depan Taman Kota/sebelah pasar daging)

 

DARAH DAN DOA (1950)

trailer filem Darah dan Doa

Sutradara: Usmar Ismail | Produksi: Perfini | 128 menit |Bahasa: Indonesia | Subteks: English

Sinopsis: 

Film ini mengisahkan perjalanan panjang (long March) prajurit divisi Siliwangi RI, yang diperintahkan kembali ke pangkalan semula, dari Yogyakarta ke Jawa Barat setelah Yogyakarta diserang dan diduduki pasukan Kerajaan Belanda lewat Aksi Polisionil. Rombongan hijrah prajurit dan keluarga itu dipimpin Kepten Sudarto (Del Juzar). Perjalanan ini diakhiri pada tahun 1950 dengan diakuinya kedaulatan Republik Indonesia secara penuh.

Film ini lebih difokuskan pada Kapten Sudarto yang dilukiskan bukan sebagai pahlawan tetapi sebagai manusia biasa. Meski sudah beristri di tempat tinggalnya, selama di Yogyakarta dan dalam perjalanannya ia terlibat cinta dengan dua gadis. Ia sering tampak seperti peragu. Pada waktu keadaan damai datang, ia malah harus menjalani penyelidikan, karena adanya laporan dari anak buahnya yang tidak menguntungkan dirinya sepanjang perjalanan

Tayang pada:

  • Kamis, 31 Maret 2016
  • 19.30 wib
  • Taman Belajar Gubuakkopi
  • Jalan Yos Sudarso, no 427, Kelurahan Kampung Jao, Kota Solok. (TK Alquran lama/Belakang Andeska motor)

 

Anak Sabiran, Di Balik Cahaya Gemerlapan (2012)

trailer filem Anak Sabiran, Di Balik Cahaya Gemerlapan

Sutradara: Hafiz Rancajale | Produksi: Forum Lenteng | 158 Menit | Bahasa: Indonesia | subteks:

Sinopsis:

Anak Sabiran, Di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip) mencoba membaca gagasan pengarsipan filem yang ada di dalam pikiran Misbach Yusa Biran sebagai seorang tokoh yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk mengawetkan wacana dan memaknainya kembali sebagai sumber sejarah perfileman Indonesia yang disimpannya di Sinematek Indonesia.

Tayang pada:

  • Kamis, 31 Maret 2016
  • 19.30 wib
  • Taman Belajar Gubuakkopi
  • Jalan Yos Sudarso, no 427, Kelurahan Kampung Jao, Kota Solok. (TK Alquran lama/Belakang Andeska motor)

 

Mari hadir dan ramaikan!

cover lakang

 

DOC. SINEMA POJOK 8

Demokrasi di SMU 31 Peking

Sabtu, 12 Maret 2016 lalu Komunitas Gubuak Kopi di Sinema Pojok menayangkan sebuah filem dokumenter pendek karya sutradara Joris Ivens. Ini adalah kesekian kalinya Sinema Pojok memutarkan karya-karya sutradara brilian berkebangsaan Belanda ini. Ivens dari banyak karyanya itu sering menjadikan filem sebagai alat melancarkan misi propagandanya, dan tentu dengan muatan estetika yang menarik. Di tangan Ivens, filem menjadi bahasa yang puitis dalam menyajikan realitas. Realitas yang ia rasa penting untuk diketahui publik. Malam itu di Sinema Pojok filem Ivens “The Football Incident; Highschool no 31 Peking” ditayangkan dan memberi pelajaran yang cukup menarik.

Seperti halnya Indonesia Calling, The Football Incident adalah rekaman real time yang sarat dengan konsep ideologi. Filem ini merekam apa yang terjadi setelah seorang murid SMU 31 Peking (Cina), menendangkan bola pada gurunya yang telah membunyikan Bell (tanda masuk kelas). Cameraman yang mengaskan kehadirannya menemui siswa tersebut menanyai kejadian itu. Tidak hanya Si Murid, ia juga menemui Si Guru. Keduanya saling memberi tanggapan soal kejadian itu, dan kemudian dua pembelaan itu bertemu dalam diskusi sebuah kelas.

Dalam pertemuan dengan guru, Cameraman melontarkan beberapa pertanyaan menarik, dan barang kali sangat ideologis. “apakah murid-murid ini dikenai hukuman?”, Guru tersebut menjawab “tidak,”. Guru itu pun menjelaskan, saat ini situasinya sangat berbeda, kalau dulu dalam kejadian seperti ini jangankan dihukum, murid tersebut bisa saja dikeluarkan. Namun sekarang zaman segera berubah, hal itu tidak lagi sesuai dengan apa yang dia ajarkan ketua Mao Zedong, REVOLUSI BUDAYA.

***

Pihak guru menilai tindakan yang dilakukan muridnya itu adalah kesengajaan atas kekesalan. Begitu juga beberapa murid lainnya, tapi ada juga yang membela murid penendang bola ini, dan menilai kejadian itu sebagai ketidak-sengajaan. Mereka secara terpisah, masing-masing menilai secara subjectif, di sinilah barang kali kita bisa melihat betapa besar peran Mao merevolusi Tiongkok pada masa itu.

Sejumlah literatur mencatat Mao tidak memiliki record revolusi yang sempurna. Revolusi yang disebutnya “Lompatan Jauh Kedepan” telah membuat ratusan masyarakat meninggal dunia. Tapi kita tidak akan membahas persoalan itu panjang lebar. Sumbang terbesar Mao terhadap masyarakat Cina modern, bagi saya salah satunya bisa kita lihat dalam praktik revolusi yang diabadikan Ivens kali ini. Mao percaya segala sesuatu harus dinilai secara objectif. Setiap kebenaran harus dinyatakan dengan fakta-fakta yang mendukung kebenaran, itu artinya tidak ditentukan dengan “prasangka kebenaran”. Untuk itu perlu adanya sebuah diskusi yang memberikan analisa-analisa objektif mengenai kebenaran itu.

Dalam kebudayaan masyarakat Tiongkok sebelumnya, seorang guru yang tidak menerima perlakukan tersebut dengan mudah saja mengklaim persoalan itu sebagai sebuah kesalahan, lalu menguhukum murid tersebut. Tapi bagi Mao, tindakan tersebut tak lain usaha melestarikan dogma sebagai kebenaran yang tak perlu dipertanyakan. (baca juga: Merubah Pelajaran Kita, Mao Zedong 1941) Sekalipun guru tersebut dapat menjelaskan alasan-alasan bahwa yang dilakukan murid tersebut adalah salah, ia tetap saja meniadakan kenyataan adanya penyebab lain kenapa anak ini berbuat salah. Artinya terdapat kebenaran lain yang dibiarkan menjadi misteri. Inilah yang menjadi persoalan banyak kasus di berbagai tempat, termasuk di Solok.

Saya ingin menceritakan sebuah pengalaman. Sewaktu sekolah, salah seorang guru sedang memaparkan pada kami cara kerja petani dalam mengolah padi. Di papan tulis ia menuliskan “rice milling” lalu menjelaskan “rice” itu padi, “miling” itu susu (mungkin maksudnya milk), susu itu putih, maka rice miling adalah menjadikan padi menjadi putih itu artinya menjadi beras. Seluruh murid tertawa termasuk saya. Saya sadari waktu itu saya tidak sedang “menjadi siswa yang baik” mungkin bisa dibayang situasi belajar dalam kelas yang dipimpin guru ini, isinya kurnag lebih menjabarkan isi buku kemudian analisa-analisa sekenanya, itu adalah hal yang membosankan.

Guru itu menunjuk saya dan teman sebangku saya, melempari kami dengan spidolnya. Waktu itu dari sekian banyak orang yang tertawa sepertinya memarahi saya memang memiliki potensi aman bagi guru tersebut untuk mengalihkan analisanya yang ia sendiri sebenarnya sadar itu keliru. Ia memarahi saya karena tertawa dan terus bicara dengan teman sebangku sedari tadi ia perhatikan, dan saya akui itu. Tapi pengakuan itu ternyata tidak cukup barang kali ia punya masalah lain yang semakin buruk dengan tertawaan tadi. Ia menjadi-jadi memarahi saya, menyebut hari-hari sebelumnya, kemudian merembes membaca segala kekeasannya terhadap sisa di kelas. Guru ini keluar kelas dan tidak kembali, konon ia pingsan, dan besoknya kepala sekolah memanggil orang tua saya dan teman saya ke kantor. Kepala sekolah lebih tertarik menasehati saya dihadapan orang tua ketimbang membongkar kenapa saya bersikap demikian. Di situasi sebelum Mao, barang kali saya sudah dikeluarkan dari sekolah.

***

vlcsnap-2016-03-09-11h13m55s129

dicapture dari filem “The Highschool Incident” Joris Ivens

Kembali pada cerita yang direkam Ivens. Guru dan murid-murid berkumpul dalam kelas untuk membicarakan persoalan bola yang ditendang itu. Setidaknya pada masa itu terlihat bagaimana guru dan murik memiliki hak yang sama. Setiap murid, termasuk guru, memberikan analisa dan padangannya dalam mengamati persoalan ini. Ada yang membela temannya karena itu sebuah ketidak sengajaan, namun muncul analisa lain murid tersebut sengaja menhentikan bola ketika bell berbunyi segera setelah itu ia menendangkan bola dengan keras pada guru tersebut. Beragam pendapat terucapkan, sampai akhirnya murid yang menendang bola itu menganalisa sendiri apa yang dilakukannya dan mengakui, bahwa yang terjadi adalah benar ia menendang bola ke arah guru itu dengan sengaja.

Dengan jiwa besar guru tersebut mulai memahami ketidaksabaran selama ini, seperti yang ajarkan ketua Mao. Tanpa sadar ia membuat dirinya terlihat bersikap kurang adil. Diskusi selesai tanpa ada yang mendapat hukuman dan semua saling berjabat tangan. Contoh kecil ini adalah pelajaran penting dalam revolusi yang dikampanyekan Mao.