Narasi dari Dapur dan Jurnalisme Warga

Repotase Hari Ketiga FGD dan Lokakarya Daya Desa: Penguatan Ekosistem Budaya di Desa Warisan Dunia

Kegiatan hari ketiga diawali dengan pemaparan materi oleh M. Biahlil Badri: Penulis dan Pegiat Media Komunitas. Badri aktif berkegiatan bersama Komunitas Gubuak Kopi, sebuah kelompok belajar seni dana media di lingkup lokal Solok. Badri saat ini juga aktif memimpin jaringan kolektif “Lumbung Indonesia”. Pada sesi ini Badri berbagi pengalaman dalam mengelola media yang mengedepankan perspektif warga bersama Komunitas Gubuak Kopi. Narasumber juga memaparkan urgensi membangun narasi dalam kerangka aktivisme warga, khusus dalam merespon konstruksi media terhadap sebuah stigma dan wacana sebuah wilayah.

Materi ini menantang para partisipan untuk tidak terjebak pada “bagaimana media arus utama” mengatur “imaji kolektif” tentang sebuah wilayah, yakni dengan mendorong para peserta memproduksi narasi sendiri secara masif melalui praktik jurnalisme warga dan mengelola media yang bisa diakses warga. Selain itu, Badri juga berbagi praktik-praktik bermedia dalam medan seni kontemporer.

Setelah isitrahat makan siang, materi hari ketiga dilanjutkan oleh Wilda Yanti Salam: Penulis dan Peneliti independen yang berbasis di Kota Makassar. Sebelumnya ia aktif berkegiatan bersama Yayasan Makassar Biennale, Siku Ruang Terpadu, Tanah Indie, dan kelompok budaya lainnya di Makassar. Beberapa tahun terakhir, Wilda memiliki ketertarikan pada topik gastronomi dan “dapur” sebagai pintu dalam membongkar struktur sosial, ekonomi, dan politik sebuah budaya. Penelitiannya juga ia terbitkan menjadi karya buku, dua diantaranya “Kisah Kasih dari Dapur” (Partikular, 2024) dan “Jurnal Setoples Ramuan Pengawetan” (Goethe Institute, 2023).

Pada FGD ini Wilda berbagi pengalaman penelitiannya dan menjabarkan relasi gastronomi sebagai bagian dari struktur sosial. Para peserta juga diminta untuk berbagi pengalamannya dalam melihat aktivitas dapur dan kuliner, kemudian bersama-sama membongkar relasi sosial yang terdapat dalam objek tersebut. Misalnya, bagaimana aktivitas pertambangan di Sawahlunto mendorong munculnya tradisi makanan cepat saji dan menyuplai tenaga. Ataupun transportasi dan akses yang memungkinkan beragam pertukaran pengetahuan mengenai tanaman dan resep.

Hari ketiga ditutup dengan dialog bersama fasilitator. Pada sesi ini fasilitator mengurai kembali catatan dari para narasumber yang relevan dengan konteks kawasan WTBOS dan Sumatera Barat. Para peserta diminta untuk kembali membentuk kelompok-kelompok kecil berdasarkan wilayah masing-masing, berdiskusi dan melengkapi pemetaan potensi serta persoalan di desanya dengan berpijak pada materi yang telah dipaparkan narasumber. Selain pemetaan potensi dan persoalan, fasilitator juga mendampingi para peserta untuk menyusun rencana kerja (temu kenali, pengembangan dan pemanfaatan) sebagai panduan peserta dalam menjalankan program selama 4 bulan kedepan.

Solok, 3 Juli 2024


Tentang Program Daya Desa
Program Daya Desa Warisan Dunia adalah upaya penguatan ekosistem kebudayaan di desa-desa kawasan warisan dunia, salah satunya di wilayah Solok-Sawahlunto. Program ini merupakan pengembangan khusus dari Program Daya Desa yang diinisasi oleh Direktoran Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Secara spesifik program kali ini diselenggarakan di desa-desa yang termasuk dalam kawasan warisan dunia, salah satunya “Warisan Tambang Batu Bara Ombilin” (WTBOS) di Solok dan Sawahlunto. Salah satu upaya penguatan ekosistem tersebut direalisasikan melalui focus group discussion (FGD) dan lokakarya penguatan aktor-aktor kebudayaan di pedesaan, sebagai bekal partisipan dalam melakukan riset 4 bulan kedepan di kampungnya masing-masing.

Program Daya Desa Warisan Dunia untuk bagian Solok dan Sawahlunto (yakni 5 desa di Kabupaten Solok: Kacang, Tikalak, Singkarak, Sumani, Tanjung Bingkuang dan 6 desa di Kota Sawahlunto: Silungkang Tigo, Muaro Kalaban, Rantih, Salak, Sikalang, dan Silungkang Oso) ini difasilitasi oleh Albert Rahman Putra. Pada kegiatan FGD ini Albert, bekerjasama dengan Komunitas Gubuak Kopi melalui platform Kurun Niaga, untuk memperkaya bagasi dan penguatan presepsi kritis mengenai warisan dunia tersebut. Para peserta diajak untuk terlibat dalam dialog mendalam dan menyusun strategi penggalian narasi kebudayaan yang tersebar di kalangan warga, melakukan pemetaan potensi dan persoalan, melakukan kolaborasi serta meresponnya melalui pendekatan seni-budaya. Selain itu, para peserta juga menyiapkan sasaran (ruang temu) pertukaran pengetahuan dalam perluasan wacana pembangunan berbasis seni-budaya.

Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah kelompok belajar seni dan media yang berbasis di Kota Solok, sejak tahun 2011. Kelompok ini berfokus pada pengembangan seni sebagai metode riset. Serta menjembatani kolaborasi profesional (seniman, peneliti, dan penulis) dan warga dalam mendedah persoalan-persoalan budaya lokal di Solok secara khusus dan Sumatera Barat secara umum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.