Menyusun Strategi Perebutan Narasi

Repotase Hari Pertama FGD dan Lokakarya Daya Desa: Penguatan Ekosistem Budaya di Desa Warisan Dunia

Program Daya Desa Warisan Dunia adalah upaya penguatan ekosistem kebudayaan di desa-desa kawasan warisan dunia, salah satunya di wilayah Solok-Sawahlunto. Program ini merupakan pengembangan khusus dari Program Daya Desa yang diinisasi oleh Direktoran Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Secara spesifik program kali ini diselenggarakan di desa-desa yang termasuk dalam kawasan warisan dunia, salah satunya “Warisan Tambang Batu Bara Ombilin” (WTBOS) di Solok dan Sawahlunto. Salah satu upaya penguatan ekosistem tersebut direalisasikan melalui focus group discussion (FGD) penguatan aktor-aktor kebudayaan di pedesaan, sebagai bekal partisipan dalam melakukan riset 4 bulan kedepan di kampungnya masing-masing.

Program Daya Desa Warisan Dunia untuk bagian Solok dan Sawahlunto (yakni 5 desa di Kabupaten Solok: Kacang, Tikalak, Singkarak, Sumani, Tanjung Bingkuang dan 6 desa di Kota Sawahlunto: Silungkang Tigo, Muaro Kalaban, Rantih, Salak, Sikalang, dan Silungkang Oso) ini difasilitasi oleh Albert Rahman Putra. Pada kegiatan FGD ini Albert, bekerjasama dengan Komunitas Gubuak Kopi melalui platform Kurun Niaga, untuk memperkaya bagasi dan penguatan presepsi kritis mengenai warisan dunia tersebut. Para peserta diajak untuk terlibat dalam dialog mendalam dan menyusun strategi penggalian narasi kebudayaan yang tersebar di kalangan warga, melakukan pemetaan potensi dan persoalan, melakukan kolaborasi serta meresponnya melalui pendekatan seni-budaya. Selain itu, para peserta juga menyiapkan sasaran (ruang temu) pertukaran pengetahuan dalam perluasan wacana pembangunan berbasis seni-budaya. 

Kegiatan FGD ini diikuti oleh 33 peserta yang diselenggarakan selama 3 hari, terhitung pada 1-3 Juli 2024 di Terumbu Karang, Solok, Sumatera Barat. FGD ini terdiri dari rangkai diskusi antara peserta dan fasilitator, diskusi dan kelas bersama narasumber tamu, serta penyusunan rencana produksi para peserta. Para narasumber yang dihadirkan untuk memperkaya bagasi peserta antara lain: Kusen Alipah (aktivis budaya, Yayasan Umar Kayam), Ade Ahmad Sujai (aktivis budaya/Jatiwangi Art Factory), M. Biahlil Badari (seniman/Komunitas Gubuak Kopi), Dr. Sri Setiawati (antropolog, Universitas Andalas), dan Wilda Yanti Salam (Penulis, Siku Terpadu).

Kegiatan ini dimulai dengan pengantar oleh Albert selaku Fasilitator Daya Desa untuk wilayah Kabupaten Solok dan Kota Sawahlunto. Fasilitator memberikan pengantar rangkaian program Daya Desa, mulai dari alasan pemilihan partisipan, lokasi, tujuan program dan kegiatan FGD yang tengah berlangsung. Fasilitator, menjelaskan capaian-capaian yang hendak dituju dalam FGD ini, sebagai bekal para peserta untuk lebih kritis melihat persoalan di wilayah kerja masing-masing.

Para peserta diharapkan tidak terjebak pada bingkaian narasi yang telah berkembang pada media massa ataupun yang disusun oleh agenda-agenda pariwisata, bahkan oleh UNESCO yang telah menetapkan kawasan ini sebagai warisan dunia. Sebaliknya, para peserta dituntut untuk mampu memproduksi narasi yang berangkat dari sudut pandang mereka sebagai pelaku budaya dan warga berdaya. Sebab, secara historis, apa yang terjadi di Sawahlunto dan sekitarnya, tidak sesederhana itu. Terdapat bencana kemanusian, kolonialisasi, dan eksploitasi lingkungan yang menyebabkan banyak kerugian kepada kita. Untuk itu, para peserta diperkaya dengan materi-materi yang strategis dalam membedah persoalan kebudayaan yang relevan dalam konteks desa warisan tambang.

Kegiatan Dilanjutkan dengan pengantar dan laporan oleh PIC Program yang diwakili oleh Sylvi Wulandari. PIC menjabarkan keputusan kehadiran program ini, serta mengenai persoalan teknis yang akan ditempuh peserta dalam penyelenggaran program ini. Kegiatan ini dihantar dan dibuka oleh Bapak Unri, kepala Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah III, sebagai representasi dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan. Dalam pengantarnya, narasumber menjabarkan keterkaitan program ini dalam upaya mendukung pemajuan kebudayaan dan pemetaan 10 objek pemajuan kebudayaan yang tersebar di desa-desa, secara spesifik di kawasan WTBOS.

Kegiatan dilanjutkan oleh Kusen Ali, memaparkan nilai-nilai Outstanding Universal Value (OUV) yang ditetapkan oleh UNESCO untuk kawasan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS), serta kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam konteks program ini. Dua nilai utama OUV yang relevan antara lain: 1) pertukaran nilai-nilai kemanusiaan; 2) Usaha manusia dalam menjawab tantangan alam. Dalam hal ini, bagaimana program ini mampu mengidentifikasi pertukaran penting nilai-nilai kemanusiaan, dalam suatu rentang waktu atau dalam suatu wilayah budaya dunia, tentang perkembangan-perkembangan di bidang arsitektur atau teknologi, seni monumental, perencanaan kota atau desain lanskap. Selain itu, Kusen Ali mengingatkan para peserta untuk tetap kritis dalam melihat persoalan dan berfokus pada kemungkinan pemanfaatannya di hari ini.

Materi berikutnya dilanjutkan oleh Ade Ahmad Sujai atau yang biasa disapa Jai, ia salah seorang pegiat budaya di Jatiwangi Art Factory (JAF). Sebuah kelompok yang berfokus pada pembangunan kewilayahan melalui pendekatan seni-budaya. Pada FGD ini Jai berbagi pengalaman praktik aktivisme budaya dalam konteks kewilayahan yang dilakukan oleh kelompoknya. Jai juga berbagi pengalaman panjang JAF mengorganisir warga dan beragam kepentingan, dengan mengedepankan prinsip-prinsip pertemanan dan “bertetangga”, kemudian mengikatnya sebagai “agenda warga” ataupun tradisi baru. Pada sesi ini peserta diajak berspekulasi tentang kemungkinan persoalan di wilayah masing-masing, dan kemungkinan-kemungkinan metode seni-budaya yang bisa ditempuh untuk meresponnya secara kolektif.

Pertemuan pada hari pertama ditutup dengan dialog bersama fasilitator. Pada sesi ini fasilitator mencoba mengurai kembali poin-poin utama yang relevan dengan konteks kawasan WTBOS dan Sumatera Barat. Para peserta kemudian diminta untuk membentuk kelompok-kelompok kecil berdasarkan wilayahnya untuk menyusun peta persoalan dan potensi yang ada di desanya. Setelah menyusun peta persoalan tersebut, masing-masing kelompok mempresentasikannya dan kemudian ditanggapi oleh fasilitator dan peserta lainnya. Setiap partisipan mencatat masukan-masukan dari fasilitator untuk digali kembali untuk materi hari selanjutnya, dan pemetaan juga akan dilanjutkan pada hari berikutnya.



Solok, 1 Juli 2024

Komunitas Gubuak Kopi adalah sebuah kelompok belajar seni dan media yang berbasis di Kota Solok, sejak tahun 2011. Kelompok ini berfokus pada pengembangan seni sebagai metode riset. Serta menjembatani kolaborasi profesional (seniman, peneliti, dan penulis) dan warga dalam mendedah persoalan-persoalan budaya lokal di Solok secara khusus dan Sumatera Barat secara umum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.