Hari Minggu, 20 Agustus 2023, kami tidak jadwal untuk bertemu tokoh masyarakat dan tetangga, jadi Devi dan Nanda memanfaatkannya dengan menyaksikan perlombaan yang diadakan RT 02, RW 06 Kelurahan Kampung Jawa. Kebetulan lokasi perlombaan tidak jauh di belakang Rumah Tamera sekre Komunitas Gubuak Kopi. Tidak lebih dari lima menit jika ditempuh dengan jalan kaki.
Lomba ini diadakan dalam memeriahkan HUT RI yang ke 78 Tahun. Acara diisi dengan berbagai macam kategori perlombaan khusus anak-anak, mulai dari tarik tambang –yang tidak hanya diikuti oleh anak laki-laki, juga ada anak-anak perempuan yang antusias mengikuti perlombaan tarik tambang. Saya juga pertama kali melihat lomba seluncuran menggunakan sabut kelapa, dan tempat meluncur yang dipakai adalah jalan turunan yang beraspal. Ya, itu terlihat bukan seperti meluncur melainkan menyeret, karena tekstur aspal yang kasar membuat sabut kelapa yang dipakai menyangkut. Untuk sampai ke garis finish, anak-anak menggunakan kakinya untuk mendorong badan mereka sendiri.
Selain itu juga ada lomba panjat pinang dikhususkan untuk anak-anak. Pinang dibuat tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 3 meter. Hadiah yang diberikan berupa uang dan minuman. Masih banyak lagi macam-macam perlombaan yang diadakan RT 02 RW 06.
Tujuan yang terpenting dari peringatan 17 Agustus, sebenarnya bukan hadiah yang didapat saat memenangkan perlombaan, tetapi semangat merayakan hari kemerdekaan. Terlihat dari antusiasme anak-anak dan orang-orang yang hadir dalam acara hari ini, dan juga seperti menanamkan semangat nasionalisme ke dalam diri.
Dulu waktu kecil, saya teringat saat mengikuti lomba panjat pinang, hadiah yang saya dapatkan saat itu adalah sebuah baju kaos, yang ukurannya agak kebesaran. Bukannya bahagia saat sampai di rumah, tetapi saya dimarahi oleh ibu saya, karena pakaian yang saya pakai saat memanjat pinang habis terkena cairan pelumas pohon pinang. Kata ibu saya itu adalah pakaian yang bagus, hanya dipakai saat acara penting saja, dan noda pelumas sangat susah dibersihkan dari pakaian. Ya, kalian bisa membayangkan seperti apa bentuk dari pakaian tersebut. Itulah sedikit ingatan saya tentang peringatan 17 Agustus di desa tempat saya tinggal. Kenangan masa kecil memang sangat indah kalau diingat lagi.
Perayaan 17 Agustus memang tidak melulu soal lomba, tetapi juga peluang ekonomi untuk para pedagang kecil. Terlihat beberapa pedagang di sekitar lokasi, yang kebanyakan berdagang makanan cemilan anak-anak. Devi mencoba makanan kerupuk leak, itu adalah kali pertama ia mencoba cemilan lokal tersebut. Kerupuk ubi pipih, bulat, bidangnya ditaburi kuah sate atau kadang kuah merah yang dioleskan di permukaan kerupuk. Biasanya ketika memakannya kerupuk itu pecah dan berserakan atau dalam istilah lokal“ba-leak”. Itu lah kenapa ia disebut kerupuk leak atau kampung lain juga menyebutnya kerupuk kuah. Biasanya kerupuk leak juga diberi topping dengan bihun atau mie sejenisnya. Kudapan ini juga banyak ditemui di jajanan kaki lima atau tempat wisata Sumatera Barat.
Sementara itu Nanda dan Devi menikmati acara 17an, Dika dan Cenks pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan. Rencananya Cenks ingin memasak masakan khas Makassar, yang bernama Palu Kacci untuk dimakan bersama-sama siang ini. Kami pun tak sabar mencicipi masakan Cenks.
Malamnya, Cenks bertemu dengan beberapa pegiat musik di Kota Solok. Lapaw Tenong menjadi tempat singgah Cenks kali ini, ia juga pertama kali mencicipi Roti Tenong, roti goreng yang dilumuri telur dan diberi beberapa topping seperti keju dan coklat. Cengs dan kawan-kawan di Lapaw Tenong menghabiskan malam dengan saling berbagi cerita tentang skena musik di kota masing-masing, dan tentu sembari menikmati roti tenong.
Mampir ke hamalan Lumbung Kelana #2 – Gubuak Kopi