Catatan hari kelima lokakarya literasi media: Daur Subur di Parak Kopi
Jumat, 21 Juni 2019, di Surau Tuo AMR, Jl. Rawang Parak Kopi, Padang. Pagi ini cuaca cerah, menyambut pagi yang tentram, saya melakukan aktivitas harian minum kopi, sambil menikmati datangnya hari yang baru. Di siang harinya sesudah shalat Jumat, bertepatan jam 02.00, kami masih melanjutkan kegiatan dua hari sebelumnya yakni mempelajari seni kolase. Akan tetapi kali ini tidak dipandu oleh Kakak Mia, kali ini kami mencobanya secara mandiri. Para partisipan melanjutkan untuk menyusun kolase gambar bergerak, untuk dibuat menjadi suatu karya video.
Seperti biasa, sebelum membuat kolase yang berbentuk moving image, kami dibagi menjadi tiga kelompok kecil, dari saya dan teman-teman dari surau tuo dan komunitas gubuak kopi, kelompok pertama, yaitu Uda Volta, Uda Badri, Uda Fido, dan Holil. Kelompok kedua, Uda Risky, Uda Hafis, Uda Dayu, dan Haikal. Kelompok ketiga, Uda Zekal, Uda Fajri, Novi dan Caam, yang dipilih melalui cabut lot. Setelah masing-masing partisipan mendapatkan kelompoknya, kita membuat tiga studio kecil lagi sederhana. Studio ini memuat ‘siku-siku latter L’ penyangga rak dinding sebagai alternatif pengganti tripod, hp untuk memoto gambar, kertas gambar sebagai medium latar memperagakan moving image, pencaahayaan menggunakan senter hp, dan sarana handsheet dipergunakaan sebagai ganti dari tombol press untuk mempotret gambar.
Setelah menyediakan studio gambar barulah setiap kelompok memulai membuat kolase ala gambar bergerak (moving image). Kelompok kedua dan ketiga,menggunakan medium koran untuk mengambil beberapa potongan gambar yang akan dijadikan materi kolase, kelompok pertama menggunakan saran aplikasi Adobe Photoshop dan mencetak gambar yang akan mereka pakai.
Di dalam proses pengambilan gambar pada potongan koran, sebagai media membuat moving image, bisa disebut masih menggunakan metode manual yaitu memotong gambar dengan gunting. Biasanya gambar yang kami pilih dari koran adalah iklan-iklan. Sekalipun kelompok pertama menggunakan teknologi yang lebih baru untuk membuat gambar, dengan aplikasi Adobe Photoshop dan print, tapi untuk tugas ini ia masih memisahkan gambar-gambarnya dengan gunting.
Setelah itu, kami mengikuti metode stop-motion, sebagai sarana memudahkan di dalam membuat suatu karya video. Ada enam langkah yang saya pahami, pertama, mencari data gambar. Kedua, menyusun storyline sebagai deskripsi detail dari plot dalam sebuah video. Ketiga, membuat storyboard adalah suatu sketsa gambar yang disusun secara berurutan sesuai naskah cerita agar tim dapat bekerja lebih cepat. Keempat adalah shooting, pengambilan gambar. Kelima, audio recording untuk kebutuhan dubbing atau pengumpulan suara-suara yang akan digabungkan dengan visual pada proses editing. Keenam, adalah editing video, menyusun hasil shoting dan menggabungkannya dengan materi audio.
Sore harinya, kami menempuh kelelahan yang sangat, dalam proses pembuatannya. Menyimak proses masing-masing partisipan, hal yang menarik di dalam pengambilan gambar pada kelompok tiga, ialah mennyiasati tombol press pengambilan foto dengan perantara medium suara. Untuk memerintah smartphonenya mengambil gambar, ia akan mengatakan kalimat cheers. Kelompok lain menggunakan kabel headset. Semua dialkukan agar handphone tidak goyang kalau dipencet.
Selanjutnya setelah adzan isya, seperti malam sebelumnya kami makan bersama. Akan tetapi hari ini kami sedikit terlambat makan malam dikarenakan lamanya proses pembuatan video kolase ini. Setelah makan kami pun kembali melanjutkan. Malam pun semakin larut, setelah semua kelompok siap dalam pengambilan gambar, barulah menyusun gambar menggunakan aplikasi pengedit video yaitu Adobe Primere Pro.
Dikarenakan kami hanya punya satu komputer yang memenuhi sarat sebagai pengeditan video, maka kelompok satu, dua, dan tiga, bergiliran melakukan pengeditan. Hingga subuh pun belum juga selesai proses pembuatan videonya. Kami memutuskan untuk beristirahat dulu dan melanjutkan besok.