DIORAMA adalah platform seni yang digagas oleh Forum Lenteng melalui Program AKUMASSA. Platform ini memiliki fokus pada artefak-artefak sejarah di Indonesia yang merupakan representasi dari kekuasaan. Artefak-artefak tersebut dikaji dan diinterpretasi ulang dengan menggunakan pendekatan seni visual dan media. Platform ini berusaha mengembangkan metode pembacaan demi mencapai suatu tatanan ide dan gaya ungkap (bahasa) yang layak diacu dalam memahami sejarah serta isu sosial-budaya terkait; menciptakan suatu jembatan yang menghubungkan jarak antara artefak-artefak tersebut dan masyarakat. Produk media dan karya visual yang dihasilkan platform ini ditujukan sebagai sebuah cara pandang alternatif yang menekankan sudut pandang warga, sekaligus sebagai produk pengetahuan yang dapat diakses secara bebas.
Dalam proyek seni Diorama yang pertama, turut serta Albert Rahman Putra, salah seorang pegiat Komunitas Gubuak Kopi sebagai partisipan. Selain Albert para partispan lainnya adalah Rayhan Pratama, Pingkan Polla, Afifah Melisa, Anggaeni Widhiasih, Yonri Revolt, Dhuha Ramadhani, Ragil Dwi Putra, Ika Yuliana Nasituion, Ryani Sisca Pertiwi, dan Andreas Meiki. Dalam proyek ini para patisipan selama kurang dari dua bulan melakukan riset di Museum Diorama Monas, dan beberapa lembaga arsip lainnya di Jakarta. Selain itu temuan-temuan diperdalam dengan rangkaian diskusi, FGD, dan Kuliah Umum bersama profesional lintas displin, diantaranya Cecil Mariani, Mahardhika Yudha, Akbar Yumni, Ade Darmawan, Hikmat Budiman, Irwan Arhmett, Gesyada Siregar, dll.
Proyek DIORAMA yang pertama ini dipresentasikan di Hall A1 Gudang Sariah Ekosistem, Pancoran Timur, Jakarta Selatan, pada 17-27 November 2016 dalam rangkain pameran DIORAMA: Sejarah Adalah Fiksi, dikuratori oleh Otty Widasari.
web: http://diorama.id/
Foto: Koleksi akumassa-Diorama 2016