Merekam untuk Bertutur<\/strong><\/p>\n\n\n\n Sebagai seorang warga perantau yang hidup di Selatan Jakarta, saya tidak familiar dengan semua seluk-beluk Jakarta. Maka saya pun kurang kenal dengan kawasan Galur selain kenyataan bahwa ia adalah sebuah wilayah administratif tingkat Kelurahan di kawasan Jakarta Pusat. Akan tetapi suatu ketika dari selancar harian mengunjungi unggahan @tuturgalur di Instagram dan kemudian menghadiri presentasi Open Studio <\/em>Tutur Galur, sekonyong-konyong cerita tentang kehidupan di Galur mengalir mengisi ruang pengetahuan di kepala saya.<\/p>\n\n\n\n\n\n\n\n Akun @tuturgalur dibuat pertama kali pada bulan Agustus 2023. Saya mendapati akun ini adalah bentuk wadah untuk mendokumentasikan hari-hari Lokakarya Tutur Galur yang merupakan satu bagian dari rangkaian kegiatan residensi Komunitas Gubuak Kopi dari Solok di Kelurahan Galur, Jakarta. Residensi Komunitas Gubuak Kopi di Galur yang berlangsung sejak 29 Juli sampai 30 Agustus 2023 diisi dengan lokakarya tentang literasi media, mendengarkan kisah-kisah dari kehidupan setempat serta melakukan pendokumentasian dan pemetaan. Peserta lokakarya terdiri dari ibu-ibu, anak-anak, dan muda-mudi setempat serta dilakukan di Gedung Karang Taruna Kelurahan Galur. Keempat anggota Gubuak Kopi (Albert Rahman Putra, Biahlil Badri, Zekalver Muharam, dan Hafizan) bermukim sementara di Galur, berbaur dengan kehidupan gerah Jakarta yang kontras dengan Solok yang dingin, menjadi fasilitator lokakarya, dan mengajak warga Galur untuk melakukan tindakan yang sebetulnya sudah sangat lazim di era ini: merekam.<\/p>\n\n\n\n Sejak fitur kamera dirancang melekat dengan teknologi komunikasi yang terkoneksi dengan internet, perilaku merekam dan membagikan rekaman menjadi selazim perilaku membaca dan menulis (yang barangkali kini malah lebih jarang dibanding merekam). Siapa sih hari ini yang tidak bisa merekam? Jika meninjau teknologinya, praktik merekam kini dapat dilakukan dengan semudah memencet tombol dan mengarahkan kamera pada apa yang mau kita rekam. Kita pun bisa melihat apa yang kita rekam secara langsung karena gawai kita biasanya sudah mempunyai layar yang secara simultan memperlihatkan apa yang tengah kita rekam. Merekam dan menonton pun sudah menjadi bagian dari kebiasaan orang-orang kini. Saking terbiasanya, merekam barangkali sudah menjadi gestur yang pada dekade ini terasa sebagai sebuah kemampuan bawaan, keharusan, dan keseharian.<\/p>\n\n\n\n Sebagai sebuah komunitas yang mendidik dan menumbuhkan dirinya melalui studi tentang media dan seni, Gubuak Kopi yang berdiri sejak tahun 2011 telah mengisi kesehariannya dengan program-program terkait literasi dan produksi media, di antaranya ialah Vlog Kampuang dan Solok Milik Warga. Pada program-program tersebut, anggota Gubuak Kopi yang merupakan warga Solok berupaya mengarsipkan kotanya dengan cara merekam atau memotret kotanya dan mengunggahnya ke kanal media. Vlog Kampuang merupakan sebuah program produksi audiovisual Gubuak Kopi yang dilakukan dengan pendekatan video diary<\/em> menggunakan telepon genggam dalam rangka merekam persoalan-persoalan lokal yang ada di Solok. Praktik ini dilakukan Gubuak Kopi sejak tahun 2016 dan menggunakan kanal YouTube sebagai wadahnya. Paralel dengan Vlog Kampuang, Solok Milik Warga adalah upaya pengarsipan dan penelitian kota yang mendayagunakan akun dan tagar #solokmilikwarga di media sosial Instagram. Praktik ini menjadi cara untuk mengumpulkan data-data audiovisual dan visual yang berhubungan dengan Solok sebagai bagian dari penelitian untuk membaca perkembangan kota dan mengarsipkan peristiwa-peristiwa kontemporer yang terjadi.<\/p>\n\n\n\n