Tag Archives: Singkarak

Menjaring Ikan Di Muara Sumpur

Menjaring adalah cara yang biasa digunakan oleh penangkapo bilih di Sumpur. Namun sekarang aktivitas ini mulai berkurang karena susahnya untuk mendapatkan ikan sejak dua tahun terakhir. Ikan bilih berkurang secra drastis, menurut para nelayan hal ini diakibatkan oleh praktik-praktik ilegal fishing disekitar lokasi ini.

Processed with VSCOcam with g3 preset

Processed with VSCOcam with g3 preset

Suasana menjaring ikan bilih di Muaro Sumpur.

silahkan baca artikel terkait di akumassa :

Bilih: Ikan Kecil  Kita yang Hampir Habis, dan Keluarganya Di Perairan Toba

___________________________________

Koleksi foto: Albert Rahman Putra (2015) | akumassa bernas

Bilih: Ikan Kecil Kita yang Hampir Habis, dan Keluarganya Di Perairan Toba

Bilih adalah nama jenis ikan langka yang konon hanya hidup di perairan Danau Singkarak. Baru pada kisaran 2000-an, peneliti dari Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan Dan Perikanan, Departemen Kelautan Dan Perikanan, mengintroduksi spesies ini ke perairan Danau Toba. Di sana, bilih berkembang menjadi dua bentuk. Yang satu, berukuran lebih besar, sekitar dua sampai tiga jari orang dewasa. Yang lainnya berukuran biasa, satu sampai dua jari orang dewasa, mirip dengan bilih Singkarak, namun untuk dimakan rasanya jauh berbeda. Bilih yang berkembang di Toba tersebut, oleh masyarakat lokal disebut ikan Pora-pora, diambil dari nama ikan yang telah punah di sana. Ikan Pora-pora ini kemudian dijual lagi ke kampung halamannya, Singkarak. Di sini, keluarga yang berkembang biak di Toba itu lebih akrab disebut Bilih Medan. Rasanya lebih pahit, kadang hambar, dan ia juga beredar dalam kemasan berlabel Bilih Singkarak. Continue reading

Lukisan Lampau: Kabar Indah di Singkarak

Tahun 1905, Eugen Koehler dan putranya Woldemar Koehler pemilik sebuah penerbitan di Jerman, menerbitkan beberapa karya lukis Earnts Haeckel dengan judul Wanderbilder, atau dalam bahasa Inggris “Travel Images”. Haeckel adalah seorang profesor biologi di University of Jena. Ia juga dikenal sebagai pelukis naturalis berkebangsaan Jerman yang juga pengikut setia, pelestari, dan pengembang filsafat Darwinisme di Eropa. Wanderbilder adalah sebuah kumpulan lukisan pemandangan dari tempat-tempat indah yang pernah ia kunjungi di daerah tropis selama melakukan pendataan spesies makhluk hidup. Salah satu dari banyak lukisan itu, terselip sebuah pemandangan kampung di tepian danau dengan latar bukit yang berdempetan. Saya menemukannya secara terpisah di internet. Danau itu adalah Danau Singkarak, tertulis di sisi kiri lukisannya dengan tanda tahun 1901.1 Kalau ditanya, sejak kapan masyarakat dunia mengenal Singkarak, mungkin itu adalah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Tapi setidaknya publikasi lukisan Haeckel ini menunjukan bahwa keindahan visual danau Singkarak sudah terkabar hingga Jerman sejak 1905.2 Continue reading

Muara Lembang

I – Pak Mali

Di sebuah sisi danau seekor bangau terbang tanpa koloninya. Sepertinya dia tengah tersesat. Danau diselimuti kabut, seberang tak tampak. Tapi seskali hembusan angin menyibak, orang-orang diseberang sepertinya baru saja panen dan membakar tumpukan jerami mereka. Di dekat saya, sorang wanita terlihat anggun dengan sapu lidinya yang seakan tengah mendayung tanpa sampan. Dia dia tidak sedang berandai-andai mendayung sampan, apa lagi memparodikan cerita nenek sihir yang terbang dengan sapu lidinya. Perempuan ini tengah menyapu sampah yang melayang-layang di perukaan danau Singkarak. Continue reading

Melayang dan Mengendap Di Muara Berbuih

Lelaki tua itu biasa saya sapa Pak Gaek (Pak Tua). Suatu hari ia meletakkan kopi di hadapan saya. Saya sering mampir di kedai kopi kecilnya setiap kali dalam perjalanan malam Solok ke Padangpanjang. Seperti biasa, ia tidak banyak bicara. Ia senang duduk di kursi malasnya yang berdekatan dengan meja tempat ia biasa membuat kopi. Di meja yang padat itu, tersusun beberapa mi instan, tabung kopi, gelas, kaleng susu dan sebuah radio tuanya. Kalau sudah lewat pukul sembilan malam, biasanya radio tua itu melagukan tembang-tembang Pop Minang. Kemudian ia bersandar menikmatinya sambil memegang senter dan telepon genggam. Ia sering kali terlihat menahan kantuk menikmati lagu-lagu itu, maka saya putuskan untuk mengganggunya.
Continue reading