Tag Archives: akumassa Solok

Membingkai Isu Rantau

#siaranlangsungkampuang – Kumpulan Presentasi Membingkai Isu “Di Rantau Awak Se”

Pada 26 Februari hingga 10 Maret 2017 lalu, di Gubuak Kopi diselenggarakan lokakarya pemberdayaan media berbasis komunitas: AKUMASSA oleh Gubuak Kopi bersama Forum Lenteng. Selama lokakarya para partisipan melakukan riset dan membingkai isu-isu yang ada di sekitar lokasi Komunitas Gubuak Kopi, yakni di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. Hasil riset dan observasi para partisipan dipresentasikan dan didiskusikan bersama – sama. Presentasi itu dilaksanakan di Gubuak Kopi dan disiarkan langsung melalui akun media sosial facebook Komunitas Gubuak Kopi. Berikut beberapa arsip presentasi tersebut.

Continue reading

Di Rantau Kita Terlibat dan Merekam

Catatan dari presentasi publik & open studio “Di Rantau Awak Se”

Solok adalah sebuah kota kecil di dataran tinggi Sumatera Barat. Terdiri dari 2 kecamatan dan 13 kelurahan, dengan penduduk sekitar 68.000 jiwa. Seperti halnya masyarakat Minangkabau umumnya, masyarakat Solok juga memiliki tradisi merantau, bahkan hingga saat ini. Banyak generasi saya yang ingin ‘mencari kehidupan yang lebih baik’ di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Padang, dan lainnya. Motifnya bermacam-macam; tradisi, gengsi, ‘mengadu nasib’, belajar sementara, ingin hidup lebih baik, kota Solok yang tidak menjanjikan, dan sebagainya. Dan kini, di saat yang sama, Solok juga menjadi kota rantau bagi etnis lain. Tidak sedikit saya menyaksikan para perantau di negeri perantau ini ikut berkontribusi untuk pembangunan kota Solok. Continue reading

Sedikit Tentang Taman Syech Kukut

Tanggal 28 Februari 2017, dimulai dengan perbincangan bersama warga setempat di Kampung Jawa, Kota Solok, tentang bagaimana pandangan masyarakat mengenai Taman Syech Kukut. Dari persepsi beberapa warga yang saya temui, banyak sekali bisa diulas dan itu penting juga bagi warga Solok itu sendiri untuk diketahui. Salah satu warga, bernama Bang Vicky, mengatakan bahwa sebelum nama “Taman Syech Kukut” yang baru diresmikan beberapa bulan yang lalu, taman ini dulunya lebih dikenal sebagai Ruang Terbuka Hijau, atau dikenal juga dengan sebutan “Tamkot” (Taman Kota) di Solok. Kini, taman itu lebih terlihat sebagai area untuk ajang berekreasi keluarga ataupun muda-mudi. Continue reading

Jamu Malam

Di Kota Solok, terdapat gerobak-gerobak dorong yang menjual jamu pada malam hari, biasa disebut gerobak jamu malam. Warga masyarakat biasa menyebut jamu yang dijual tersebut dengan nama aia daun kacang (berarti ‘air daun kacang’ dalam bahasa Indonesia). Pedagang aia daun kacang berjualan di lahan parkir Pasar Raya Solok, di dekat Tugu Carano. Tapi ada juga yang berjualan di pinggir jalan depan Pertokoan Bundo Kanduang. Mereka mulai berangkat dari rumah sekitar pukul 17:00 WIB dan pulang tergantung kapan habisnya dagangan yang mereka bawa. Perkiraan lama waktu buat mereka berjualan adalah sampai pukul 01:00 dini hari. Di dekat rumah saya, ada beberapa orang yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang aia daun kacang. Salah satunya yang saya kenal betul adalah keluarga Pak Gaek, begitu saya biasa menyebutnya. Continue reading

Mini Market Malam Solok

Di sini, saya mau bercerita tentang sebuah mini market di Solok. Orang-orang di sini lebih sering menyebutnya Kedai. Akan tetapi, kedai  yang saya maksud beda dari yang lain. Orang Solok menyebutnya “Kadai Garobak” (berarti ‘kedai gerobak’ dalam bahasa Indonesia). Kedai gerobak ini sudah mulai banyak di Kota Solok, sekarang hampir di setiap sudut Kota Solok bisa kita temui kedai yang berjenis “kadai garobak” ini.

Suasana malam hari di Kota Solok, waktu bagi para pedagang gerobak di malam hari. (Foto: Volta Ahmad Jonneva).

Continue reading

Parantau yang Berdagang Rempah

Keluar dari sebuah kota, tempat di mana kita lahir dan tumbuh, memanglah berat. Harus jauh dari keluarga, teman, dan saudara. Di situlah proses pendewasaan diri. Jika dulu cuma bisa bergantung dengan orang tua, di saat kita keluar dari zona nyaman itu, banyak peristiwa terjadi dan harus dihadapi sendiri. Bertemu dengan orang baru, tradisi baru, adat berbeda, dan hal yang jarang ditemui di kota asal. Semuanya tergantung dari diri masing-masing, bagaimana cara menangapi hal baru, dan cara bersosialisasi di daerah asal, pasti akan memengaruhi pola pikir dan hidup kita di rantau. Continue reading

Bundo Kanduang

Minggu lalu, 26 Februari 2017, Gedung Galeri Gubuak Kopi yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso No. 427, Kelurahan Kampung Jawa, menjadi tempat berkumpulnya Bundo Kanduang se-kota Solok. Acara berkumpul ini disebut juga sebagai Arisan Bundo Kanduang.

Salah satu dokumentasi yang dianggap sebagai foto Bundo Kanduang. Foto diakses dari http://www.ikanako.com/2016/08/02/bundo-kanduang-di-minangkabau/

Continue reading

Mengenal Kampung Jawa Lewat Fotografi

Artikel ini ditulis secara kolaboratif bersama Delva Rahman, Tiara Sasmita, Maria Christina Silalahi, dan Volta Ahmad Jonneva.


Kami menyapa warga di Kampung Jawa, sebuah kelurahan di Kota Solok, lewat kegiatan membuat fotografi tentang rumah dan orang-orangnya. Teman-teman saya, yakni Delva, Volta, dan Maria (ketiganya adalah pegiat Komunitas Gubuak Kopi) di hari Jum’at, 3 Maret 2017, berkeliling di sekitaran Jalan Yos Sudarso untuk mengenal lebih akrab sebagian besar masyarakat setempat di Kampung Jawa, khususnya yang berdekatan lokasinya dengan markas Gubuak Kopi. Delva, Volta, dan Mariadatang dari markas Gubuak Kopi menuju pintu ke pintu rumah setiap warga, meminta izin penghuninya untuk mendokumentasikan bangunan tempat tinggal dan bertanya-tanya tentang pekerjaan atau profesi mereka. Continue reading

Memaknai Ulang Rantau

Karatau madang di hulu, babuah babungo balun. Ka rantau bujang dahulu, di kampuang paguono balun. Demikian masyarakat Minangkabau mendalil pentingnya kegiatan merantau, baik itu untuk keuntungan diri sendiri maupun kaum. Merantau atau aktivitas bermigrasi dalam waktu yang tidak ditentukan untuk kembali pada suatu hari ia dibutuhkan, telah dilakukan sejak waktu yang sangat lama oleh masyarakat Minangkabau. Tidak hanya oleh masyarakat Minangkabau, banyak masyarakat dunia juga melalukan hal serupa. Menariknya, di Minangkabau, di negeri matrilineal ini, aktivitas itu dilakukan cukup intens dan menjadi bagian dari proses hidup yang harus dijalani. Jauh sebelum kedatangan Islam, apalagi Eropa, telah diriwayatkan bahwa orang Minangkabau tersebar di berbagai tempat di dunia. Di masa-masa awal, banyak yang mamparkan motif marantau hanya sebuah perjalanan sementara untuk menimba ilmu. Apakah sesederhana itu? Satu menjadi raja di Manggarai, Flores. Di Makasar, Kutai, dan Palu, diriwayatkan bahwa Islam pertama kali dibawa oleh orang Minangkabau. Di tanah Malaka, dengan hubungan dagang yang intens dan kepercayaan raja lokal, berdiri pula Negeri Sembilan di tanah yang berlaku pula hukum dan adat perantauan masyaakat Minangkabau. Continue reading

Editorial Kumpulan Tulisan AKUMASSA Solok

Catatan tentang AKUMASSA Solok (Bagian 5)

Sebagaimana yang selalu dilakukan oleh para partisipan di setiap lokakarya AKUMASSA, memproduksi tulisan menjadi kegiatan yang paling utama. Para partisipan lokakarya didorong untuk dapat menuangkan pemikiran maupun cerita berdasarkan pengalamannya sebagai warga lokal, untuk melakukan refleksi terhadap lingkungan mereka. Biasanya, tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan dan dikemas dalam bentuk katalog sederhana, dengan pengantar editorial yang berhubungan dengan isu-isu yang dibingkai selama lokakarya berlangsung.
Sampul katalog kumpulan tulisan “Di Rantau Awak Se”. (Foto: Gelar Soemantri; Desain Sampul: Manshur Zikri).

Sampul katalog kumpulan tulisan “Di Rantau Awak Se”. (Foto: Gelar Soemantri; Desain Sampul: Manshur Zikri).

Salah satu output dari kegiatan lokakarya literasi media AKUMASSA yang diselenggarakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dan Forum Lenteng, adalah kumpulan tulisan para partisipan dengan tajuk umum, “Di Rantau Awak Se”. Tajuk ini merupakan hasil pembacaan para partisipan tentang “rantau” dalam konteks masyarakat di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. Continue reading