October 14th – November 4th 2018

Public Lecture * Collaboration * Discussion * Performance * Media Art Exhibition

About Project

“Lapuak-lapuak Dikajangi” adalah sebuah perhelatan dari kegiatan studi pelestarian tradisi melalui platform multimedia. Kegiatan ini pertama kali digagas oleh Gubuak Kopi melalui program Lokakarya Daur Subur pada tahun 2017, sebagai rangkaian presentasi publik dalam membaca tradisi masyarakat pertanian. Presentasi publik ini dihadirkan dalam bentuk kuratorial pertunjukan dan open lab/pameran multimedia. Mengingat banyaknya isu-isu kesenian tradisi yang belum terbicarakan dengan baik – dalam konteks sekarang, serta menyadari isu ini akan terus berkembang, maka kegiatan ini diagendakan setiap tahunnya, yang secara khusus mempelajari nilai-nilai seni tradisi itu sendiri, dan menjembatani pengembangannya dalam kerja seni media.

Tahun ini, kita menghadirkan Lapuak-lapuak Dikajangi sebagai rangkaian kegiatan kolaborasi seni media dalam membaca nilai-nilai tradisi “silek”. Pada minggu pertama para partisipan diajak untuk mengikuti kuliah umum mengenai tradisi silek, observasi, dan bertemu beberapa perguruan/narasumber silat. Minggu berikutnya, para partisipan mendiskusikan ketertarikan isu, memproduksi karya, dan berpameran.

Lapuak Lapuak Dikajangi is the event of studying activity on preservation tradition through multimedia platform. This activity was initiated by Gubuak Kopi through workshop on Daur Subur program in 2017, as a sequence of the public presentation at looking tradition on agriculture society. This public presentation was presented with the form of performance curatorial and open laboratory. Multimedia exhibition. Considering the many issues of traditional art that has not been discussed well – in the current context, also realise the spread of the issues, this activity is scheduled annually, especially learning on art and that own traditional values, and associated the developing on media artwork.

This year, we present Lapuak-lapuak. As a series of media art collaboration activities in reading the traditional values of “silek”. In the first week, the participants were invited to take part in a public lecture on the tradition of “silek”, observation, and meet several institutions / silat speakers. The following week, participants discussed issues of interest, produced works, and exhibited.

Abstract

Silat bukanlah hal yang asing lagi bagi kita di Sumatera Barat, bahkan Nusantara. Ia hingga saat ini masih dapat kita temukan dengan ragam peruntukannya. Perkembangan ini sejalan dengan dinamika kebudayaan secara umum di Sumatera Barat sendiri, yang menuntut penyesuaian-penyesuaian, penyederhanaan, dan perubahan lainnya. Dalam sudut pandang tertentu silat juga dibaca sebagai eksistensi sebuah kelompok budaya, ideologi, pendidikan muatan lokal, dan juga sebagai agenda pariwisata.

Bagi masyarakat Minangkabau khususnya, silat secara tradisi dilihat sebagai lembaga pendidikan karakter, yang di dalamnya meliputi olah raga, olah rasa, olah pikiran, dan lainnya. Di Minangkabau dulunya silat berkembang secara intim, dari paman pada keponakannya, di sudut halaman, atau di belakang rumah. Ia kemudian berkembang sebagai kesenian, cabang olah raga umum, atraksi, sastra, dan sebagainya. Tidak jarang pengembangan ini mengarah pada penyederhanaan silat itu sendiri, baik itu atraksi pariwisata semata, olah raga bela diri, pawai, ataupun aktivitas sebatas fisik lainnya. Kemudian untuk mempertegas posisi silat sebagai dasar dari pendidikan karakter, beberapa pegiat budaya mengemukakan termiologi “silek” sebagai alternatif untuk memahami “silat” dalam prespektif ideal masyarakat Minangkabau.

Dalam praktek ‘pelestarian’ ini, kita berharap dapat membicarakan silek dari sudut pandang yang lebih segar, dan tidak terjebak pada aksi “memajang barang antik” semata. Untuk itu kita mengundang keterlibatan sejumlah seniman, komunitas, budayawan, dan akademisi untuk memaknai ulang silek dalam konteks sekarang, meresponnya dalam ragam medium, maupun mengembangkannya sebagai landasan eksperimentasi bahasa kesenian, dengan tetap sadar akan nilai-nilai tradisi, sejarah, dan perkembangan kontemporernya.

Silat is no strange for us in West Sumatra, even in Nusantara.  Until now, we can still find the various designations of Silat. This development is in line with the general cultural dynamics in West Sumatra itself, which demands adjustments, simplifications and other changes. In a certain point of view, silat also read as the existence of a cultural group, ideology, local content education, even as a tourism agenda.

Especially for society in Minangkabau, Silat on traditionally is seen as an institution character education, which includes sports, feeling, mental process, and others. In Minangkabau formerly martial arts developed intimately, from uncles to nephews, in the corner of the yard, or behind the house. Silat then formed as an art, general sport, attraction, literature, and so on. Not infrequently this development leads to the simplification of martial arts itself, whether it’s just tourism attractions, martial arts, parades, or other physical activities. Then to emphasise the position of silat as the basis of character education, some cultural activists put forward the terminology of “silek” as an alternative to understanding “silat” in the ideal perspective of Minangkabau society.

In this ‘preservation’ practice, we hope to discuss silek from a contemporary perspective, and not be trapped in the mere act of “displaying antiques”. For that we invite the involvement of a number of artists, communities, cultural observers and academics to reinterpret silek in the current context, respond to it in a variety of mediums, and develop it as the basis for the experimentation of the arts language, while being aware of the values of tradition, history and contemporary development.

Participants

Palmer Keen
Yogyakarta / Amerika
Biasa disapa Palmer, adalah seorang etnomusicolog asal Amerika yang kini menetap di Yogyakarta. Ia tengah sibuk dengan project personalnya: Aural Archipelago, yakni proyek pendokumentasian dan penelitian musik tradisional di Asia. Saat ini telah mengumpulkan lebih dari seratus kesenian musik di Nusantara. Selain itu ia juga aktif mempresentasikan proyeknya di berbagai kegiatan diskusi dan seminar. Antara lain, di MuVi Party - OK.Video Festival (2016), RRRECFest 2016 dan 2017, di Universitas Gajah Mada (2018), University of Sidney, Australia (2018), Sebagai kurator untuk seri konser Aural Archipelago pada festival Europalia (2017), dan berkolaborasi dengan kelompok musik elektronik Bottlesmoker dalam album Parakosmos (2017).
Ragil Dwi Putra
Jakarta
Ragil Dwi Putra (Salatiga, 1992). Besar dan tinggal di Bekasi dan Jakarta. Menyelesaikan studi di Fakultas Seni Rupa Insitut Kesenian Jakarta pada tahun 2016. Beberapa kali mengikuti workshop performance di perhelatan seni seperti JKT 32 derajat 2014, OK.Video 2015, Art Summit di Padang 2016. Ia juga tergabung dalam Palu Gada Company dan 69 performance club, sebuah platform studi performance art di Jakarta. Saat ini ia juga tergabung bersama KKBT (klub karya bulu tangkis) sekelompok seniman muda jakarta yang fokus pada budaya urban. Bekerja Lepas sebagai desainer grafis dan sibuk berdagang sambil mempersiapkan proyek tunggalnya yang akan muncul di awal tahun 2019.
Jatul Dokter Rupa
Lombok
Hujjatul Islam (Lombok, 1984). Jatul, sapaannya, adalah seorang seniman lukis yang berbasis di Lombok Utara. Selain melukis, dia juga aktif menjadi pengurus harian di Pasirputih. Tahun 2016, ia terlibat selaku seniman residensi di Bangsal Menggawe “Membasaq” 2016 dan pada Bangsal Menggawe 2017. Terlibat dalam Perhelatan Makassar Bienalle (2017). Pameran tunggal Dokter Rupa, di Pasirputih, 2018, dan kini ia lanjutkan sebagai project personalnya dalam misi pengenalan seni rupa pada masyarakat Lombok Utara. Saat ini bersama teman-teman di Pasirputih, Jatul sibuk membantu penanggulangan dampak bencana melalui metode berkesenian.
Dewi Safrila
Pekanbaru
Dewi Safrila Darmayanti (Pekanbaru, 1992) biasa disapa Dewi. Sebelumnya ia pernah menempuh studi Sendratasik di Universitas Islam Riau, dan melanjutkan studi di Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang (2015-2017). Sejak 2012, ia aktif terlibat sebagai penari bersama kelompok-kelompok tari di Pekanbaru. Selain itu ia juga berkarya sebagai koreografer. Beberapa karya tarinya baru-baru ini antara lain: Karya “Z(AMAN)” (2017) dipresentasikan bersama Otaku Dance Company di Taman Budaya Riau. Karya “Edanis” (2018) dipresentasikan dalam agenda perayaan Hari Tari Dunia, di Laman Bujang Mat Syam dan Taman Budaya Riau. Karya “5411929” (2018) bersama Otaku Dance Company, pernah dipresetasikan di Laan Bujang Mat Syam, Pekanbaru. Saat ini Dewi aktif berkesenian bersama Otaku Dance Company dan mengelola kelompok musik Blacan Aromatic di Pekanbaru.
Ade Jhori
Padangpanjang
Jhori Andela (Koto Tangah, 1987) atau biasa disapa Ade Jhori adalah seorang musisi dan komposer yang berbasis di Padangpanjang. Sebelumnya ia pernah menempuh studi di Seni Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang dan melanjutkan ke jenjang master di kampus yang sama, dengan minat studi Penciptaan Musik Nusantara. Sejak tahun 2008 sampai sekarang aktif menggeluti musik, dengan mengembangkan kekuatan musik tradisional, khususnya Minangkabau dengan kesadaran teknologis dan multimedia. Sehari-hari, ia juga beraktivitas sebagai audio enginner di ISI Padangpanjang. Dasar ilmu audio dan kesibukannya sebagai soundman di berbagai pertunjukan, memperkaya kemampuannya dan membantunya untuk menciptakan karya-karya baru. Ia juga aktif sebagai komposer dalam musik tari, musik film, arransemen musik, dan lainnya. Ia juga pernah terlibat dalam proyek seni Lapuak-lapuak Dikajangi #1 selaku pemateri workshop, di Galeri Gubuak Kopi (2017)
Hafizan
Padang
Hafizan (Padang, 1995), biasa disapa Spis, saat ini sedang menjalankan program studi Pendidikan Seni Rupa di Universitas Negeri Padang. Selain itu, iya juga aktif dalam berkesenian di ruang lingkup kampus maupun bersama komunitas-komunitas seni di Sumatera Barat. Pernah terlibat sebagai partisipan dalam Lokakarya Lapuak-Lapuak Dikajangi #1 yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi (2017) dan pameran Minang Young Artist Project 2017; Mamboncah di PKAN Padang Sibusuak (2018); dan terlibat selaku fasilitator dalam proyek seni: Bakureh Project di Gubuak Kopi (2018).
Arum Dayu
Bandung
Arum Tresnaningtyas Dayuputri (Solo, 1984), biasa disapa Aum mendapat pendidikan di bidang Komunikasi di Universitas Sebelas Maret (2002-2007), memulai karir kreatifnya sebagai fotografer, dan kemudian meraih gelar Diploma dari Ateneo de Manila University tahun 2012. Ia menginisiasi sebuah ruang belajar, bernama “Kami Punya Cerita” di Tobucil and Klabs, Bandung, dan kini mengelola Omnispace, sebuah ruang alternatif di kota yang sama. Bersama Meicy Sitorus, ia juga berkarya di bidang musik dengan membentuk grup bernama Tetangga Pak Gesang. Arum telah mengikuti banyak pameran seni, baik nasional maupun internasional, di antaranya yang penting Jauh Dekat 2015: Kumpul Seni, Film, Musik dan Makan (bagian dari Kaleidoskop Project, kurator: Syafiatudina, 2015); dan Identity Crisis: Reflection on Public and Private Life in Contemporary Javanese Photography (2017) di Johnson Museum of Art, Cornell University, New York. Ia juga mengikuti sejumlah residensi, antara lain Village Video Festival (Jatiwangi Art Factory), Majalengka dan Cemeti - Institute for Art and Society, Yogyakarta.Terlibat dalam Pekan Seni Media: Local Genius, yang digelar di Palu (2018).
Zekalver Muharam
Solok
Zekalver Muharam (Solok, 1994), adalah mahasiswa Jurusan Seni Rupa di Universitas Negeri Padang. Saat ini aktif sebagai koordinator produksi di Komunitas Gubuak Kopi. Selain itu ia juga aktif membuat karya video, komik, mural, dan lukisan. Telibat sebagai seniman dalam sejumlah pameran antara lain, Di Rantau Awak Se, Gubuak Kopi, 2017; Minang Young Artist Project Taman Budaya Sumbar, 2017; Mamboncah di PKAN Padang Sibusuk, 2018. Bersama Gubuak Kopi di Pekan Seni Media: Local Genius, Palu, 2018; dan Berkolaborasi dengan Sayhallo di Pameran Artistic yang digelar oleh Rumah Ada Seni (2018).
Prashasti Wilujeng Putri
Jakarta
Prashasti Wilujeng Putri (Jakarta, 1991) adalah seorang seniman yang karya-karya kerap berkutat di ranah seni performans. Lulusan Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia (2014) ini juga aktif berkegiatan di platform MILISIFLEM, sebuah kelompok belajar yang mengkaji dan memproduksi film melalui eksperimentasi visual. Ia pernah terlibat sebagai peneliti dalam program HALAMAN PAPUA: Media Untuk Papua Sehat (2014-2015). Sejak tahun 2016, ia menjadi partisipan 69 Performance Club, sebuah platform untuk studi studi fenomena sosial kebudayaan melalui seni performans. Karya-karya pentingnya dalam rangka 69 Performance Club, antara lain Crossing (2016), Light As A Gift (2016), Body Blowing (2016), Misogyny (2016), Taman Bermain Samba (2016), dan Complexity of Adulthood (2017). Pada tahun 2017, ia terlibat dalam proyek seni performans yang berjudul Di Luar Ruang Suaka Hukuman yang dipresentasikan di tiga lokasi di Eropa, yakni di S.M.A.K. (Ghent, Belgia), Tranzitdisplay (Praha, Ceko), dan Embassy of Foreign Artist (Jenewa, Swiss); dan pada tahun 2018, Edisi “The Partisan” dari proyek tersebut dipresentasikan di Teater Garasi, Yogyakarta; dan terakhir menjadi Seniman Performance Video dalam pameran Pekan Seni Media, Palu (2018) . Asti, sapaannya, juga fokus membuat karya visual, salah satunya Konvergensi/Waktu (2018) yang ia buat dalam rangka MILISIFILEM.

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Solok

Komunitas Gubuak Kopi
Jl. Tembok Raya, No. 322, RT 01/RW 03
Kelurahan Nan Balimo, Kecamatan Tanjung Harapan, Solok, Sumatera Barat.

Tlp.+62 813-6543-9027 (Delva)

Ig: @gubuakkopi // @solokmilikwarga
Fb: Komunitas Gubuak Kopi // Solok Milik Warga

www.gubuakkopi.id

Catatan Proses

Pameran

Kabar LLD #2

Gubuak Kopi – Art and Media Studies

Kerja Sama // Collaboration

Direktorat Kesenian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan * Platform Indonesiana * Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat * Pemerintah Daerah Kota Solok

Mitra Festival // Festival Partner

Silek Arts Festival 2018

Buklet Catatan Proses LLD #2

Arsip Lapuak-lapuak Dikajangi 2017