Category Archives: Solok Milik Warga

#SolokMilikWarga: Program pendayagunaan hashtag #SolokMilikWarga di media sosial dalam rangka mengumpulkan image-image yang berhubungan dengan Kota Solok, sebagai bagian dari penelitian untuk membaca perkembangan kota sekaligus untuk mengarsipkan peristiwa-peristiwa kontemporer yang terjadi. Secara khusus, hashtag #SolokMilikWarga akan difokuskan pada Instagram.

Merespon Jalanan Kita

Tidak lama lagi, ada dua agenda yang membuat kita akan menyoroti situasi fisik lalu lintas di Sumatera Barat, dan tidak terkecuali Solok. Dua agenda yang saya maksud yang pertama adalah ramadhan dan lebaran, dan yang kedua adalah Tour de Singkarak. Di lalu lintas Solok-Padang, kita masih melihat beberapa titik longsor dan lubang yang dibiarkan dengan garis polisi saja. Di jalan Solok-Padangpanjang, jalanan bergelombang belum juga teratasi, beberapa sudah dimulai diperbaiki. Untuk sementara dibiarkan berlobang hingga nanti ditambal aspal, tanpa plang pemeritahuan, tidak jarang kendaraan kita tersentak. Para pembayar pajak yang baik tidak jarang hanya bisa bacaruik-caruik menyaksikan ban-nya yang kempes, pelek menjadi baliang, maupun dan kerusakan fisik kendaraan lainnya. Beberapa kita pengguna lalu lintas yang awam, tidak jarang memasalahkan cara pemerintah itu. Ya, sering kali meluapkannya di media sosial. Baik itu melemparkan pertanyaan-pertanyaan, kenapa harus tunggu Tour de Singkarak dan ramadhan dulu? kenapa tunggu jalan putus dulu? kenapa tidak pakai kualitas aspal terbaik saja yang tahan puluhan tahun? Continue reading

Menjaring Ikan Di Muara Sumpur

Menjaring adalah cara yang biasa digunakan oleh penangkapo bilih di Sumpur. Namun sekarang aktivitas ini mulai berkurang karena susahnya untuk mendapatkan ikan sejak dua tahun terakhir. Ikan bilih berkurang secra drastis, menurut para nelayan hal ini diakibatkan oleh praktik-praktik ilegal fishing disekitar lokasi ini.

Processed with VSCOcam with g3 preset

Processed with VSCOcam with g3 preset

Suasana menjaring ikan bilih di Muaro Sumpur.

silahkan baca artikel terkait di akumassa :

Bilih: Ikan Kecil  Kita yang Hampir Habis, dan Keluarganya Di Perairan Toba

___________________________________

Koleksi foto: Albert Rahman Putra (2015) | akumassa bernas

Sore di Jembes

Sore di Jembes adalah karya fotografi oleh Albert Rahman Putra, bersama Hatta saat mendokumentasikan sebuah lokasi yang dikenal dengan kata “Jembes” atau “Jembatan Besi”. Albert dan Hatta adalah dua orang mahasiswa yang menuntut ilmu di Padangpanjang, mencoba memahami kota Padangpanjang melalui fotografi. Berikut visual-visual menarik yang mereka pilih untuk menceritakan Jembes.

Continue reading

Kampung Dobi

Berikut adalah sebuah foto esai #GBKPictStory yang disusun oleh Albert Rahman Putra dan Khairul Hatta  yang bertemakan melihat dari dekat kehidupan dan tata Kota Padangpanjang, Sumatera Barat, melalui karya fotografi dan narasi fiksi dalam topik Sore Di Kampung Dobi.

Processed with VSCOcam with f2 preset

Apa yang menarik dari kampung Dobi selain bangunan yang rapat, bunga-bunga cantik, atau rumah-rumah klasik?

Continue reading

Respon Pedagang Kuliner Malam Pasar Raya Padangpanjang

#Poster Respon pedagang kuliner malam Pasar Raya Padangpanjang,  atas instruksi pemko setempat dua malam sebelumnya untuk memindahkan lokasi pedagang kuliner malam ke daerah depan Polsek  Lapangan Kantin. Uniang (padagang kuliner malam Pasar Raya Padangpanjang): “Kami menolak karena daerah tersebut sangat sepi, gelap, dan tidak strategis. Intinya pemindahan lokasi dianggap sama sekali tidak menguntungkan pedagang. (20/02/2015)

RESPON PADAGANG KULINER MALAM PASAR RAYA PADANGPANJANG (FOTO: @albertrahmanp)

RESPON PADAGANG KULINER MALAM PASAR RAYA PADANGPANJANG (FOTO: @albertrahmanp)

RESPON PADAGANG KULINER MALAM PASAR RAYA PADANGPANJANG (FOTO: @albertrahmanp)

RESPON PADAGANG KULINER MALAM PASAR RAYA PADANGPANJANG (FOTO: @albertrahmanp)

RESPON PADAGANG KULINER MALAM PASAR RAYA PADANGPANJANG (FOTO: @albertrahmnp)

RESPON PADAGANG KULINER MALAM PASAR RAYA PADANGPANJANG (FOTO: @albertrahmanp)

 

Mengenang Mendung

Suatu ketika, disaat langit menggelap mencari makna. Aku terdiam di bawah sudut kelam yang menghitam. Bayang awan yang menutup tabir mengingatkanku akan takdir. Lihatlah langit itu… Bukankah gelap menghanyutkan?, mendekap terang pada suatu petang. Kali ini aku bertanya pada mendung. Kenapa setiap kali dia datang hujan seakan berteriak untuk turun?. Kadang biru tak selalu haru, putih pun belum tentu menyaru. Kenanglah.. Mendung takkan pernah mau memberi hangat Continue reading

Merekam Senja

Merekam Senja adalah proyek foto esai berikutnya dari teman kita Gaberiella Melisa, setelah sebelumnya memaparkan pada kita sebuah prespektif tentang hujan. Kali ini Igeb memulai susunan karya ini dengan sebuah pertanyaan yang sekan dilemparkan padannya sendiri, kemudian menjawabnya dengan narasi (sastra) dan citra visual (fotografi). Pertanyaan-pertanyaan baru ternyata terus saja muncul. Senja dan misterinya terus ia temui di banyak tempat, di banyak kota yang ia lalui. Mempertanyakannya dan mencoba menemukan hal-hal yang membuatnya menjadi misteri. (RED)

Continue reading

Nyanyian Si Hijau

#GBKPictStory – Nyanyian Si Hijau adalah karangan fotografi yang disusun oleh Wendi Nanda Pratama, kemudian mencantumkan narasi puitisnya untuk bisa kita apresiasi secara terbuka di halaman #GBKPictStory ini. Foto-foto yang menjadi elemen kesatuan karya ini adalah gambar yang dimabilnya pada aksi demonstrasi yang terjadi di salah satu perguruan tinggi seni di Padangpanjang Maret 2014 lalu.


Mereka menyebut hijau sebagai harapan. Lalu hiduplah si Hijau, dan semua terus berjalan, maju, dan menjadi besar. Tapi diantara mereka, si Hijau ‘kalah’. Ada kekuatan lain yang lebih garang, di tangannya Si Hijau menjadi gersang. Si Hijau berang, lalu ia berlari, ia berteriak, kemudian bernyanyi dan menari. Mereka masih menyebut hijau sebagai harapan, lalu si Hijau memohon. Mereka menantikan si Hijau membawa sebuah harapan, warna yang baru.

Continue reading

Lukisan Hujan

#GBKPictStoryLukisan Hujan adalah seri puitis lainnya yang gagas oleh Gabriella Melisa yang sempat melahirkan karya sajak “Tentang Hujan“. Kali ini masih dengan tema yang sama, Gabri menghadirkan reinterpretasi (baru) yang ia tangkap dari fenomena hujan melalui rajutan caption dan citra visual (fotografi). Berikut ini adalah rajutan prespektiv itu yang disusunnya sendiri, dengan bahasanya khas dan puitik. Selamat mengapresiasi. (Red)


 Hujan itu magis. Menari di bawah hujan memberikan sebuah sensasi yang menyihir. Hujan adalah nyanyian alam, nyanyian merdu yang bercerita tentang alam. Hujan identik dengan mendung, gumpalan awan yang menetaskan rintik demi rintik. Dan lagi aku memaknai hujan sebagai nyanyian alam yang menderu merdu, seperti bisikan rindu yang tertahan di saat awan marah pada langit. Seringkali aku bertanya-tanya, kenapa setiap kali hujan turun, rindu-rindu seperti ikut datang bersama hujan. Menyentuh ke hati yang paling dalam.

Continue reading