Mengawali Bakureh dengan Mengenal Media

Pada awal Juni 2018 ini, Komunitas Gubuak Kopi kembali menggelar sebuah proyek seni, kali ini bertajuk “Bakureh Project”. Proyek ini diprakarsai oleh Delva Rahman sebagai bagian dari program Daur Subur. Program ini digagas oleh Gubuak Kopi sejak tahun 2017, sebagai upaya pengembangan media berbasis komunitas dalam membaca dan memetakan kultur masyarakat pertanian di Sumatera Barat. Proyek yang didukung oleh Cipta Media Ekspresi mencoba mendalami tradisi bakureh, sebuah tradisi gotong royong memasak di Solok.

Bakureh secara harfiah berarti berusaha keras atau berkuli, namun dalam koteks ini, bakureh merujuk pada tradisi masak bersama yang dikomandoi oleh kaum ibu dalam mempersiapkan sebuah seremoni kolektif masyarakat suatu kampung, seperti pernikahan, kematian, perayaan dan lainnya. Isu ini sebelumnya pernah dibahas oleh Elfa Kiki, sebagai salah seorang partisipan, pade lokakarya Daur Subur #2 dengan tema Lapuak-Lapuak Dikajangi, pada September 2017.

Selain persoalan masak-memasak, bakureh memiliki potensi menarik untuk didalami sebagai sebuah tradisi yang memungkin pertemuan, pesebaran informasi, serta pendalaman nilai-nilai filosofis keadatan. Pada kegiatan Bakureh Project ini, Komunitas Gubuak Kopi mengajak para perempuan muda untuk mengenali dan mendalami isu tersebut dengan kerangka kerja Program Daur Subur.

Para perempuan muda ini terdiri dari lintas disiplin yang berbeda yang nantinya akan mengikuti serangkaian kegiatan dari awal Juni hingga pertengahan Agustus 2018. Partisipan yang terlibat antara lain: Ade Surya Tawalapi, biasa disapa Ade, pegiat komunitas Sayurankita (Pekanbaru); Sefniawati merupakan mahasiswa pasca-sarjana, dengan fokus studi Sumber Daya Alam di Universitas Andalas (Unand) asal Pariaman; Nahlia Nahal mahasiswa Ilmu Komunikasi Unand; Dyah Roro Puspita Asmarani, biasa disapa Roro, lulusan Universitas Negeri Padang dengan studi Kearsipan; Anisa Nabilla Khairo biasa disapa Icha, pegiat komunitas baca Book N Roll; Kiki Cupay, mahasiswa Jurusan Seni Teater, Institut Seni Indonesia Padangpanjang; dan Olva Yosnita mahsiswa jurusan Sosiologi Unand.

Para partisipan telah datang pada hari sebelumnya,  31 Juni 2018. Para partisipan berkumpul untuk melakukan persiapan lokakarya Daur Subur yang berlangsung selama 7 hari ke depan. Lokakarya ini menjadi tahap pertama dari rangkaian Bakureh Project. Partisipan yang akan menjadi tim selama dua bulan ke depan, saling berkenalan dan membaur, sambil menunggu berbuka puasa bersama.

Menjelang jadwal sholat Jumat, 1 Juni 2018, kegiatan Bakureh Project dibuka oleh Albert Rahman Putra selaku Ketua Komunitas Gubuak Kopi, bersama Delva Rahman selaku pimpinan proyek. Pada pembukaannya Albert menjabarkan latar kehadiran Bakureh Project, Program Daur Subur, dan rencana kegiatan selama dua bulan ke depan, dan teknis agenda terdekat pada 7 hari ini, yakni lokakarya.

Lokakarya ini merupakan pembekalan dan penyetaraan presepsi terkait isu bakureh, media, dan perempuan. Setelah pembukaan, para partisipan istirahat siang, dan berlanjut pada sesi pertama setelah Jumat. Sesi pertama adalah pemaparan materi literasi media oleh Albert Rahman Putra. Albert dalam meterinya menjabarkan sejarah dan perkembangan media, praktek-prakteknya di Indonesia. Salah satunya Albert menjelaskan bagaimana media menjadi kebutuhan banyak orang, bagaimana ia bekerja sehingga ia berpotensi besar sebagai menjadi alat propaganda bahkan merubah kebiasaan kita. Perusahaan-perusahaan media yang dimiliki oleh pebisnis besar dan dikelola secara terpusat ini juga memiliki kepentingan politik-merebut bangku kekuasaan dan memiliki kuasa akan informasi yang ia sebargkan. Kesadaran ini memunculkan pertanyaan bersama: bagaimana jika media-media besar ini dipegang oleh tangan yang “salah”?

Selama ini, kita banyak dipengaruhi oleh televisi sebagai media arus utama yang diminati masyarakat, sehingga masyarakat terbawa oleh angan-angan akan pengaruh-pengaruh yang ada di televisi, seperti halnya sinetron, iklan, berita, dan lainnya. Masyarakat sepertinya menerima begitu saja apa yang diberikan negara tanpa adanya pembelajaran khusus yang diberikan untuk masyarakat terkait media tersebut, Albert juga menjabarkan hubungan media dan keterkaitannya dengan seni. Dalam kesimpulannya jika media – yang dengan segala tipu dayanya—adalah masalah, ia bisa dilawan dengan mengenali cara kerja media itu sendiri, mengenali mediumnya, dan menghadirkan media-media alternatif secara bijak. Selain itu, keterkaitannya dengan Bakureh Project khususnya sebagai upaya untuk aksi pendistribusian pengetahuan lokal.

Kegiatan lokakaryanya masih akan berlangsung hingga 7 Juni nanti, sebelum para partisipan melakukan risetnya sendiri hingga bulan Agustus 2018. Selain terkait literasi media lokakarya ini juga akan menghadirkan materi lain seperti, pembahasan terkait sistem sosial di masyarakat pertanian, khususnya Minangkabau, sastra, pelestarian melalui platfom multimedia, dan lain sebagainya.

 

Biasa disapa Ogy atau Cugik, lahir di Bukittinggi, Desember 1991. Lulusan pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Padang. Aktif berkegiatan di Ladang Rupa Bukittinggi, sebuah kelompok yang menyebut diri sebagai pengembang seni dan budaya Kota Bukittinggi. Ia juga merupakan partisipan Lokakarya Media: Kutur Daur Subur yang diselenggarakan oleh Gubuak Kopi (2017). Dan aktif berparitisipasi pada program Daur Subur berikutnnya.

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.