Monthly Archives: September 2017

Membajak Teknologi Di Hari Kedua

Selasa, 19 September 2017, tepat di hari kedua lokakarya Lapuak Lapuak Dikajangi berjalan. Kali ini Muhammad Riski salah satu pegiat Komunitas Gubuak Kopi, selaku pembicara memaparkan materinya: Seni Membajak Teknologi sebagai umpan diskusi.  Ia juga menyinggung kembali materi yang telah dibahas di hari sebelumnya, tentang apa itu media, tujuan media, manfaat media, serta dampak media. Untuk menggambarkan situasi bermedia di Indonesia, Ia menggambarkan perang media antara pemilik modal atau orang-orang yang berkepentingan, seperti kasus lumpur di Sidoarjo yang diakibatkan oleh kelalaian kontraktor Lapindo Brantas Inc.  Kasus ini mengakibatkan sekitar 90 hektar sawah tertimbun lumpur panas[1]. Dalam hal ini kita tahu, siapa saja pemilik modal yang harus bertanggung jawab untuk kasus ini. Mereka juga merupakan konglomerat media dan politikus. Misalnya, di media miliknya, kita akan  mendengar ini sebagai Lumpur Sidoarjo, konten berita secara umum mengabarkan kemajuan dan usaha penanggulangan. Sedang di media raksasa lainnya yang kebetulan lawan politik memberitakan ini sebagai Lumpur Lapindo dengan segala konten kritiknya. Begitu pula menanggapi isu plagiat budaya oleh negara tetangga, beberapa media yang merupakan lawan politik presiden waktu itu, membangun citra agar pemerintahan kala itu terlihat lemah, walaupun kita sadar tidak ada yang namanya plagiat budaya (tradisi). Continue reading

Pertemuan Pertama Lokakarya Lapuak-lapuak Dikajangi

Senin, 18 September 2017, sekitar pukul 15.00 Lokakarya denga tema “Lapuak-lapuak Dikajangi” (yang lapuk disokong kembali) dibuka langsung oleh Albert Rahman Putra, selaku ketua Komunitas Gubuak Kopi. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dan didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya, Albert memberikan sedikit latar belakang terkait hadirnya lokakarya ini, gambaran kegiatan yang akan dijalani hingga 12 hari ke depan, serta capaian-capaian yang diharapkan.  Setelah itu, para partisipan maupun para fasilitator saling memperkenalkan diri. Albert menekankan bahwa penting bagi kita – para partisipan maupun fasilitator – untuk saling berbagi pikiran dan bekerja sama memaksimalkan hasil lokakarya ini. Teman-teman yang diundang untuk terlibat, menurut Albert adalah orang-orang yang sengaja dipilih dan dianggap bisa membicarakan isu ini dari beragam perspektif. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Daur Subur dalam membaca perkembangan kultur pertanian di Sumatera Barat. Kegiatan kali ini, mengerucut membicarakan posisi kesenian di masyarakat pertanian Minangkabau, peran media dalam praktek pelestarian dengan kesadaran akan sejarah kebudayaan lokal dan perkembangan terkininya. Continue reading

Fasilitator dan Partisipan Lapuak-lapuak Dikajangi

Lokakarya Lapuak-lapuak Dikajangi, merupakan pengembangan dari program Daur Subur yang dikelola oleh Gubuak Kopi dalam memetakan dan membaca kultur pertanian di Solok. Dalam lokakarya yang digelar pada 18 – 30 September 2017 ini, Gubuak Kopi, memfokuskan pembacaan terkait posisi kesenian dalam masyarakat pertanian di Solok, serta bagaimana praktek pelestarian tradisi ataupun kesenian dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Untuk memperkaya pembacaan isu Gubuak Kopi mengundang sejumlah individu dan perwakilan kelompok, dengan latar displin yang berbeda sebagai partisipan, serta sejumlah narasumber untuk memperdalam pembacaan. Berikut profil fasilitator dan partisipan lokakarya “Pelestarian Seni Tradisi Melalui Platform Multimedia”: Lapuak-lapuak Dikajangi: Continue reading

Pengantar Lokakarya “Lapuak-lapuak Dikajangi”

Pelestarian Kesenian Tradisi Melalui Platform Multimedia

Kehadiran media dan segala perkembangan teknologinya, — tidak lupa segala kontroversinya – hampir tidak dapat kita tolak. Media dan teknologi hadir dengan cita-cita mulia: membebaskan manusia dari pekerjaan yang berat. Seiring dengan itu, media berkembang dengan segala kepentingan, baik itu untuk memenuhi keinginan pemilik modal besar, kekuasaan, maupun untuk tujuan awalnya yang mulia tadi. Tidak sedikit dari kita masyarakat dunia yang berhasil diatur untuk menjadi konsumen semata dan seterusnya merubah pola-pola kehidupan kita. Continue reading

Lokakarya Literasi Media: Lapuak-lapuak Dikajangi

18-30 September 2017
Di Galeri Gubuak Kopi

Lokakarya ini merupakan bagian dari program Daur Subur, yang digagas oleh Gubuak Kopi dalam mengarsipkan dan membaca kultur pertanian dalam lingkup lokal. Kegiatan ini secara khusus membahas posisi kesenian (tradisi) di masyarakat pertanian Minangkabau, serta mengembangkan praktek pelestarian kesenian tradisi melalui kerja multimedia, dengan tetap sadar akan sejarah kebudayaan lokal dan perkembangan terkininya.

Baca juga: Pengantar “Lapuak-lapuak Dikajangi”

Untuk memperkaya pembacaan isu terkait lokakarya ini, Gubuak Kopi menghadirkan sejumlah narasumber, yakni:

 

Delva Rahman, adalah salah satu pegiat di Komunitas Gubuak Kopi, aktif sebagai Sekretaris Umum. Ia aktif menari di Ayeq Mapletone Company, sebuah kelompok tari yang berdomisili di Padang, Sumatera Barat. Pernah terlibat dalam lokakarya literasi media “Di Rantau Awak Se”, oleh Gubuak Kopi dan Forum Lenteng (2017). Partisipan lokakarya video performance bersama Oliver Husain (2017). Pernah terlibat dalam pertunjukan “Perempuan Membaca Kartini” karya sutradara Irawita Paseban di Gudang Sarinah Ekosistem (2017). Ia juga merupakan salah satu pembicara dalam forum komunitas Malang Film Festival (2017). Dalam sesi ini Delva akan memaparkan sejarah perkembangan media dan seni rupa sebagai umpan diskusi kita melihat praktek media yang ideal.

 


Muhammad Risky, adalah salah satu pegiat di Komunitas Gubuak Kopi, aktif sebagai pengarsip. Saat ini sedang menempuh studi di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang (UNP). Terlibat dalam lokakarya media “Di Rantau Awak Se”, oleh Gubuak Kopi dan Forum Lenteng. Selain itu ia juga aktif memproduksi karya seni mural dan stensil dan sibuk menggarap Minang Young Artist Project selaku ketua. Dalam sesi ini, Risky akan mengerucutkan pembacaan pada kehadirkan seni video dan seni media dalam sebagai counter dari sifat konsumerisme dan aksi aktivisme.

 


Albert Rahman Putra, lulusan Jurusan Seni Karawitan, Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Dia adalah pendiri Komunitas Gubuak Kopi dan kini menjabat sebagai Ketua Umum. Albert aktif sebagai penulis di akumassa.org. Pernah terlibat dalam Proyek Seni DIORAMA Forum Lenteng. Ia juga memiliki minat dalam kajian yang berkaitan dengan media, musik, dan sejarah lokal Sumatera Barat. Dalam sesi ini Albert akan menerangkan kerangka awal munculnya projek ini, serta kesaling-kaitan antara media, kesenian tradisi lokal, dan motif-motif pelestarian.

 


 

Rika Wirandi, penulis lepas dan periset di bidang seni pertunjukan, musik populer, dan musik ritual. Saat ini ia tengah sibuk mengumpulkan dokumen, manuskrip, buku, majalah, koran, foto-foto, poster, alat tukar kertas (terutama uang kertas masa revolusi PDRI dan masa pemberontakan PRRI) dan koin, serta benda-benda audio-visual yang berkaitan dengan sejarah dan kebudayaan di Sumatera Barat. Benda sejarah tersebut ia kumpulkan untuk galeri dan pustaka yang didirikannya sejak tahun 2012, yakni: Poestaka Noesantara. Secara khusus juga melakukan pengarsipan literatur-literatur yang berkaitan dengan seni pertunjukan dari masa kolonial hingga reformasi. Penulis dengan titel master kajian seni pertunjukan dari Pascasarjana ISI Padangpanjang ini, baru saja menyelesaikan sebuah tesis terkait tradisi penangkapan harimau di Panyakalan, Solok. Dalam sesi ini, Rika diharapkan dapat memparkan konstruksi kehadiran tradisi ini di tengah-tengah masyarakat yang sangat akrab dengan pertanian.


 

Jhori Andela akrap disapa Ade Jhori, adalah seorang musisi dan komposer lulusan pascasarjana dari ISI Padangpanjang, dengan minat studi Penciptaan Musik Nusantara (2014). Sejak tahun 2008 sampai sekarang aktif menggeluti musik, dengan mengembangkan kekuatan musik tradisional, khususnya Minangkabau dengan kesadaran teknologis dan multimedia. Sehari-hari, ia juga beraktivitas sebagai audio enginner  di ISI Padangpanjang. Dasar ilmu audio dan kesibukannya sebagai soundman di berbagai pertunjukan, memperkaya kemampuannya dan membantunya untuk menciptakan karya-karya baru. Ia tidak hanya sebagai komposer atas karya musiknya, tetapi ia juga aktif sebagai komposer musik tari, musik film, arransemen musik, dan lainnya. Dalam sesi ini, Ade diharapkan dapat menjabarkan motif-motif (alasan/pola) penciptaan karya terkini dengan kesadaran teknologis.


Info
// ig: @gubuakkopi // fb: Komunitas Gubuak Kopi
// www.gubuakkopi.id

Kolam Lindi

Vlog Kampuang – Kolam Lindi

Lindi adalah cairan yang merembes dari tumpukan sampah. Ia adalah hasil dari proses pelarutan dan pembusukan materi yang bisa larut oleh aktivitas mikroba setelah ia terkena air, termasuk air hujan, yang masuk ke dalam tumpukan sampah itu. Kolam lindi biasanya kita temui di komplek Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Cairan lindi mengandung zat-zat yang dapat membantu pertumbuhan bakteri. Jika ia dikelola dengan baik, lindi dapat berfungsi sebagai pupuk cair dan biogas. Juni 2017, lalu Amathia Rizqyani, datang ke TPA Regional Kota Solok, dan menyimak langsung kondisi kolam lindi di sana bersama salah seorang pegawai TPA. Continue reading

Anjing Buru

Anjing Buru atau dalam totok lokal dibaca anjiang buru, sebutan bagi anjing-anjing yang dilatih untuk berburu babi. Kampung Jawa, Solok, adalah salah satu kelurahan yang masyarakatnya cukup banyak memelihara anjing buru. Tradisi berburu ini pada awalnya berkaitan dengan upaya para petani untuk mengusir babi yang dianggap menjadi hama di ladang mereka. Tradisi itu kini juga berkembang sebagai hobi. Agustus 2017 lalu, sebari menikmati sore di Kampung Jawa, Maria, salah seorang mahasiswa dari Jakarta berbincang dengan beberapa pemburu. Continue reading

Silang Kuliner

Masyarakat Minangkabau ataupun masyarakat timur pada umumnya, yang akrab dengan pertanian, juga terkenal memiliki beragam kuliner. Hal ini tentu berkaitan juga dengan ketersedian aneka bahan yang disediakan alam dan proses medalami sifat-sifatnya. Dengan eksperimentasi dapur, evaluasi lidah, kini ia menjadi tradisi dan milik bersama. Selain itu, tidak dipungkiri pula terbukanya akses karena hubungan dagang masa lalu, kita mendapat kesempatan untuk mengadopsi teknik maupun racikan dari berbagai kebudayaan asing, seperti dari etnis China, India, Bugis, dan lainnya. Seperti lapek bugih, salah satu makanan yang diadopsi dari negeri bugis, atau konon dulu diperkenalkan oleh pelaut-pelaut dari Makasar, yang kini sudah disesuaikan dengan lidah lokal. Continue reading

Merekam Teknologi Pertanian

Jauh sebelum Eropa datang ke Sumatera, negeri ini telah terlibat sebagai produsen dalam perdagangan hasil pertanian dunia. Hal ini tentu didukung dengan keadaan alamnya yang subur. Saya membayangkan, adaptasi dan usaha memeras otak untuk bertahan hidup, memicu munculnya kesadaran untuk memahami sifat dan manfaat yang disediakan alam di sekitar kita. Semakin hari semakin baik, dan menjadi ahli. Juli 1818, Sir Thomas Stamford Raffles, menjadi orang Eropa pertama yang menginjakan kakinya di pusat negeri Minangkabau, dan menyaksikan langsung kehidupan pertanian yang didistribusikan keberbagai belahan dunia itu. Dari Padang, ia menaiki pebukitan yang membatasinya dengan Solok, dari Solok menyeberangi Singkarak dan ke Tanah Datar (baca juga: Jalan Panjang Hingga Tuan Merebut Wilayah, 2017). Dalam catatannya, Raffles menyampaikan kekagumannya akan keindahan alam dan cara-cara pertanian yang sangat maju. Kemudian meyakinkan raja Inggris penting untuk menguasai negeri ini dan tidak menyerahkannya pada Belanda. Continue reading