Silang Kuliner

Masyarakat Minangkabau ataupun masyarakat timur pada umumnya, yang akrab dengan pertanian, juga terkenal memiliki beragam kuliner. Hal ini tentu berkaitan juga dengan ketersedian aneka bahan yang disediakan alam dan proses medalami sifat-sifatnya. Dengan eksperimentasi dapur, evaluasi lidah, kini ia menjadi tradisi dan milik bersama. Selain itu, tidak dipungkiri pula terbukanya akses karena hubungan dagang masa lalu, kita mendapat kesempatan untuk mengadopsi teknik maupun racikan dari berbagai kebudayaan asing, seperti dari etnis China, India, Bugis, dan lainnya. Seperti lapek bugih, salah satu makanan yang diadopsi dari negeri bugis, atau konon dulu diperkenalkan oleh pelaut-pelaut dari Makasar, yang kini sudah disesuaikan dengan lidah lokal.

Dulu, di awal-awal kemerdekaan makanan-makan seperti lapek bugih, lapek pisang, dan seterusnya, hanya sebatas makanan biasa, seperti halnya cemilan kita sehari-hari. Dulu, ia dikemas dengan sederhana. Kini, dengan gampangnya beredar makanan asing atau jenis makanan baru yang lebih instan. Kalau menurut nenek saya, ini lah saat-saat makanan seperti itu mulai jarang dibuat dan era sampah plastik menjadi persoalan utama kita. Makanan yang murah meriah dan instan itu, dengan mudah pula generasi kita membuang sampahnya di mana-mana, padahal ini tentu berbeda dengan bungkus lapek pisang yang terbuat dari daun pisang, atau daun-daun lainnya. Lapek pisang, lapek bugih, pinyaram, galamai, dadiah, lamang, dan lainnya, kini mulai menjadi minoritas di antara segala hidangan yang instan, hal ini juga membuat ia sedikit lebih menonjol sebagai hidangan spesial.

Akun instagram @solokmilikwarga, sejauh ini telah merangkum beberapa dokumentasi makanan ‘tradisional’ itu. Bagaimana ia dikemas, bagaimana ia dibuat, bagaimana ia dihidang, dan sebagainya, menarik untuk kita simak di beberapa foto berserta caption berikut.


Solok Milik Warga: Program pendayagunaan hashtag #solokmilikwarga di media sosial dalam rangka mengumpulkan image-image yang berhubungan dengan Kota Solok, sebagai bagian dari penelitian untuk membaca perkembangan kota sekaligus untuk mengarsipkan peristiwa-peristiwa kontemporer yang terjadi. Secara khusus, hashtag #solokmilikwarga akan difokuskan pada Instagram, dan sari kembali melalui web www.gubuakkopi.id/.

Albert Rahman Putra, biasa disapa Albert, adalah seorang penulis, kurator, dan pegiat budaya. Merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dengan fokus studi pengkajian seni karawitan. Dia adalah pendiri Komunitas Gubuak Kopi dan kini menjabat sebagai Ketua Umum. Albert aktif sebagai penulis di akumassa.org. Ia juga memiliki minat dalam kajian yang berkaitan dengan media, musik, dan sejarah lokal Sumatera Barat. Manager Orkes Taman Bunga. Tahun 2018 bersama Forum Lenteng menerbitkan buku karyanya sendiri, berjudul Sore Kelabu di Selatan Singkarak. Ia merupakan salah satu kurator muda terpilih untuk program Kurasi Kurator Muda yang digagas oleh Galeri Nasional Indonesia, 2021.

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.