Merekam Teknologi Pertanian

Jauh sebelum Eropa datang ke Sumatera, negeri ini telah terlibat sebagai produsen dalam perdagangan hasil pertanian dunia. Hal ini tentu didukung dengan keadaan alamnya yang subur. Saya membayangkan, adaptasi dan usaha memeras otak untuk bertahan hidup, memicu munculnya kesadaran untuk memahami sifat dan manfaat yang disediakan alam di sekitar kita. Semakin hari semakin baik, dan menjadi ahli. Juli 1818, Sir Thomas Stamford Raffles, menjadi orang Eropa pertama yang menginjakan kakinya di pusat negeri Minangkabau, dan menyaksikan langsung kehidupan pertanian yang didistribusikan keberbagai belahan dunia itu. Dari Padang, ia menaiki pebukitan yang membatasinya dengan Solok, dari Solok menyeberangi Singkarak dan ke Tanah Datar (baca juga: Jalan Panjang Hingga Tuan Merebut Wilayah, 2017). Dalam catatannya, Raffles menyampaikan kekagumannya akan keindahan alam dan cara-cara pertanian yang sangat maju. Kemudian meyakinkan raja Inggris penting untuk menguasai negeri ini dan tidak menyerahkannya pada Belanda.

Dalam hal ini, saya tidak ingin mengajak kita poak dengan cerita kehebatan masa lalu, tapi menarik menyadari kemampuan kita untuk maju dengan potensi diri sendiri. Pengetahuan generasi jauh sebelum kita tentang pertanian sudah sangat baik, tentu kita juga bisa memilih untuk melanjutkannya atau beralih. Dalam hal ini, saya ulangi, saya tidak ingin mengajak kita terlena pada pujian-pujian masa lalu. Tapi memang menarik menyadari nenek moyang kita dengan sederhana yang sekaligus rumit membuat roda dari rotan berputar mengairi sawah-sawah mereka — yang kemudian kita sebut kincia (kincir) sebagai simbol kecerdikan. Dengan bahan yang ada di sekitar, nenek moyang kita menjawab segala masalahnya. Berbagai teknologi dan teknik-teknik pertanian mereka ciptakan, menjawab tantangan zamannya dan beberapa di antaranya masih dapat kita nikmati.

Menarik menyimak beberapa teknologi pertanian ataupun akal-akalan yang telah merambat ke bidang lainnya oleh masyarakat pertanian, yang direkam dan disitribusikan oleh warga generasi kini melalui media sosial, dan beberapa di antaranya telah dirangkum oleh @solokmilikwarga. Menarik juga mengingat pendidikan kita yang sibuk mengajak siswa SMK berkompetisi membuat mobil, sementara pertanian kita juga membutuhkan terobosan baru menjawab tantangan zaman.

 

 


Albert Rahman Putra, biasa disapa Albert, adalah seorang penulis, kurator, dan pegiat budaya. Merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dengan fokus studi pengkajian seni karawitan. Dia adalah pendiri Komunitas Gubuak Kopi dan kini menjabat sebagai Ketua Umum. Albert aktif sebagai penulis di akumassa.org. Ia juga memiliki minat dalam kajian yang berkaitan dengan media, musik, dan sejarah lokal Sumatera Barat. Manager Orkes Taman Bunga. Tahun 2018 bersama Forum Lenteng menerbitkan buku karyanya sendiri, berjudul Sore Kelabu di Selatan Singkarak. Ia merupakan salah satu kurator muda terpilih untuk program Kurasi Kurator Muda yang digagas oleh Galeri Nasional Indonesia, 2021.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.