Merekam untuk Nanti

Kali ini Komunitas Gubuak Kopi menggelar Lokakarya yang mengusung tema “Kultur Daur Subur”. Tema ini sebelumnya juga pernah diangkat pada tahun 2016 lalu. Lokakarya Kultur Daur Subur pada dasarnya bertujuan mengarispkan, membaca masalah serta perkembangan pertanian dalam lingkup lokal, Solok, melalui praktek bermedia secara kreatif. Pertanian di Minangkabau hingga saat ini terus berkembang, bahkan kini pengetahuan pertanian malah banyak didapat dari luar. Tapi, baru-baru ini kita juga mendengar beberapa teknik pertanian masa lampau, diuji coba dan disesuikan lagi dalam keadaan sekarang, seperti tekni salibu. Selain itu, dalam situasi terkini, pemanfatan sumber daya alam sering kali tidak diimbangi dengan dampak-dampak kerusakannya. Dalam Lokakarya ini Gubuak Kopi mengundang lima orang partisipan dari berbagai komunitas maupun individu. Partisipan merupakan orang-orang yang aktif berkegiatan di organisasi dan memiliki ketertarikan terhadap media, diantaranya: Rizky Intan Nasochi, Amathia Rizqyani, M. Yunus Hidayat, Rizaldi Oktafisrim Rizky, dan Ogy Wisnu Suhandha.

Di lokakarya kali ini, banyak kegiatan yang dilakukan para partisipan, mulai riset di lapangan, membuat film pendek. Lalu, partisipan juga melakukan kegiatan fotografi dan pendokumentasian seperti halnya program Solok Milik Warga, yakni program pendayagunaan hashtag #SolokMilikWarga di media sosial dalam rangka mengumpulkan image-image yang berhubungan dengan Kota Solok, sebagai bagian dari penelitian untuk membaca perkembangan kota sekaligus untuk mengarsipkan peristiwa-peristiwa kontemporer yang terjadi. Selain itu partisipan juga diperkenalkan sebuah program pengarsipan aktifitas warga melalui vidio diari yang didistribusikan secara online dan gratis melalui kanal YouTube Gubuak Kopi.

Klik gambar untuk menuju kanal youtube Gubuak Kopi

Vlog diambil sendiri oleh warga, dari perfektif warga itu sendiri. Vlog diambil dengan media yang sederhana, atau yang dianggap dekat dengan warga tersebut. Contohnya  handphone, camdig, ataupun media rekam yang lainnya. Vlog sebenarnya melatih warga untuk peka terhadap isu-isu yang dianggap penting untuk didokumentasiakan, dan melatih warga untuk merespon hal-hal kecil dengan media. Warga yang mengembil vlog dalam konteks lokakarya ini adalah partisipan, atau warga yang sebelumnya telah mendapat pendidikan literasi media, dan juga pendidikan mengengenai isu Kultur Daur Subur. Di sini warga diajarkan bagaimana cara-cara kerja media, potensi vlog, dan isu-isu apa saja yang diangkat melalui vlog, dan juga bernegosiasi dengan warga sebagai narasumber yang setara untuk mendapatkan informasi. Di sini kita dituntut untuk lebih cerdas menilai media, serta bagaimana kita dapat memilah informasi dari televisi atau media-media arus utama.

Suasana pameran Daur Subur / instalasi Vlog Kampuang dalam Sensus Taman.

Selama ini, kita banyak dipengaruhi oleh televisi sebagai media raksasa, menerima informasi dan opini begitu saja tanpa menguji kebenarannya. Media juga mempengaruhi pemikiran kita dalam melihat praktek bertani sebagai sesuatu yang jauh dari cita-cita. Generasi terkini disibukan untuk mencapai cita-cita yang selalu tampak gagah di layar kaca, dan itu bagi media-media ini bukanlah petani. Ibu-ibu lebih sibuk menonton sinetron dan menyuruh anaknya menjadi seperti yang dilakoni bintang sinetron. Bapak-bapak sibuk membicarakan isu-isu besar di luar sana. Tapi beruntung praktek seperti ini saya kira masih bisa diantisipasi dengan apa yang kita punya. Di luar perbincanga yang berat itu, hal sederhana yang penting juga untuk kita ingat sedari kini adalah cara-cara kerja media seperti media arus utama tersebut sering kali membuat kita berjarak dengan kejadian menarik di sekitar kita. Padahal ada beragam aktivitas menarik di sekitar kita, dan berpotensi untuk dikemas sebagai pengetahuan.

Dalam lokakarya kali ini, para partisipan memulai mengambil Vlog di hari kedua kegiatan. Ada yang memulai mengambil vlog mengenai isu di sekitar kantor Gubuak Kopi dan juga ada yang mengambil isu- isu di sekitar Kampung Jawa bagian atas, yaitu di sekitar RW 6. Di hari pertama pengambilan Vlog banyak partisipan yang merespon isu- isu mengenai taman- taman warga dan juga ada yang merespon perkebunan warga yang banyak di Kampung Jawa.

Hari berikutnya di lokakarya Kultur Daur Subur, siangnya para partisipan dan fasilitator mengunjungi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kota Solok, yang terletak di Kampung Jawa. Di sana para partisipan di ajak untuk melihat dan mencari informasi mengenai TPA tersebut, dan juga melihat bagaimana proses pembuangan sampah menuju kolam yang telah di siapakan. Hal ini menarik, mengingat banyak diantara kita yang selama ini bertanya-tanya atau tidak peduli kemana sampah-sampah kita perginya lalu bagaimana ia diproses. Melalui vlog-vlog ini kita juga dapat menyaksikan alat berat yang beroperasi menyusun sampah tersebut. Setelah beberapa hari mengikuti lokakarya, sudah terkumpul beberapa Vlog yang di setor partisipan. Di sini terlihat beberapa isu yang menarik dikembangkan oleh partisipan. Dari beberapa isu yang menjadi sorotan oleh partisipan ini, ada yang memilih mendalami persoalan yang ada di Taman Bidadari, ada yang memilih taman-taman warga, sungai, jalanan, suasana kota, kedai-kedai, dan masih banyak lainnya.

Dari hasil Vlog yang di kumpulkan oleh partisipan, sebenarnya banyak hal menarik yang terekam di sekitar kita, yang barangkali secara tidak sadar selama ini kita abaikan.  Kebanyakan isu yang terekam oleh partisipan adalah masalah-masalah lingkungan. Sudah saatnya kita meningkatkan kualitas kesadaran kita terhadap lingkungan, karena “lingkungan” merupakan tempat tinggal untuk kita semua, kini dan nanti. Di samping itu ada juga partisipan yang merekam aktifitas warga dalam menjaga lingkungannya, dengan memberdayakan lahan atau lingkungan di sekitar rumah warga itu sendiri. Mulai dengan membuat taman, kebun mini, dan menanam tanaman seperti bunga atau sayuran. Di dalam vlog Intan misalanya, salah seorang partisipan lokakarya, ia sempat mampir dan mengabadikan SDN 07 Kampung Jawa yang  sangat sejuk dan asri. Di sana banyak sekali tanaman yang dibududayakan, tidak hanya tanaman, di sana juga banyak barang-barang bekas yang dimanfaatkan untuk pot-pot tanaman. Hal ini menarik untuk diapresiasi publik lebih luas.

Dari beberapa vlog lainnya saya juga melihat beberapa warga yang memanfaatkan potensi pekarangan kosong dan halaman rumah, dengan tanaman produktif yang cocok dengan lingkungan di masing-masing. Biasanya rumah-rumah hanya dilengkapi dengan tanaman hias. Namun selain tanaman hias halaman rumah juga dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam jenis sayuran, tanaman buah, dan herbal. Beberapa vlog yang terkumpul merekam warga menyirami dan merawat tanaman sayur, buah, ataupun herbal di halaman rumahnya. Beberapa diantarnya juga dengan senang hati berbagi tips dan pengetahuan yang mungkin bisa kita pelajari juga.

Dengan adanya Vlog Kampuang ini, sebenarnya banyak hal-hal kecil yang penting untuk kita rekam dan publikasikan. Dari vlog-vlog yang terkumpul, saya melihat banyak proses-proses media yang menarik untuk kita sadari pula. Vlog, dalam hal ini diambil dengan alat yang sangat familiar bagi warga, yakni handphone, tanpa proses-proses yang kaku, mengalir, dan interaktif. Memberikan sensasi setara antara warga yang merekam dan warga yang direkam. Ada yang senang berbagi informasi dengan kita, ada juga yang risih, ada juga yang malu-malu ketika melihat kamera. Tetapi walaupun begitu, hal yang perlu kita sadari praktek media secara ‘amatir’ ini adalah kesadaran kita untuk tidak menerima mentah-mentah apa yang dihadirkan, sebaliknya membangkitkan hasrat mengkritisi atau menggali lebih jauh. Dan yang paling penting, apa terekam hari ini, yang didistribusikan secara gratis ini, adalah arsip yang sangat penting, baik itu untuk memancing atensi banyak warga, pemangku kebijakan, dan lainnya untuk peka terhadap persoalan di sekitar kita. Selain itu, tentunya ia juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengetahuan di masa mendatang.

Volta Ahmad Jonneva (Kinari,1995) lulusan Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Aktif sebagai salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi sejak tahun 2015. Salah satu pendiri Layar Kampus, sebuah inisiatif ruang tonton alternatif di kampusnya. Tahun 2018 lalu, ia juga terlibat sebagai tim kuratorial pameran Kultur Sinema - ARKIPEL Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. 2019, ia mengkuratori sebuah pameran stikel bertajuk "Lem In Aja" bersama Rumah Ragam di Kota Padang. Ia juga merupakan salah seorang partisipan program Milisifilem di Forum Lenteng Jakarta (2019).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.