Mini Market Malam Solok

Di sini, saya mau bercerita tentang sebuah mini market di Solok. Orang-orang di sini lebih sering menyebutnya Kedai. Akan tetapi, kedai  yang saya maksud beda dari yang lain. Orang Solok menyebutnya “Kadai Garobak” (berarti ‘kedai gerobak’ dalam bahasa Indonesia). Kedai gerobak ini sudah mulai banyak di Kota Solok, sekarang hampir di setiap sudut Kota Solok bisa kita temui kedai yang berjenis “kadai garobak” ini.

Suasana malam hari di Kota Solok, waktu bagi para pedagang gerobak di malam hari. (Foto: Volta Ahmad Jonneva).

 

Sekarang, kedai gerobak di Solok sudah banyak yang didesain dengan unik, mulai dari yang sederhana seperti gerobak roda tiga saja, hingga ada juga yang memodifikasi mobilnya menjadi kedai gerobak yang mengikuti tren terkini. Di antara banyaknya kedai gerobak itu, yang sering saya kunjungi, sih kedai gerobak Da Boby. Kedai gerobak Da Boby ini biasanya mangkal di depan Taman Syech Kukut Kota Solok di dekat Pasar Solok. Di kedai gerobak Da Boby ini, ada banyak dan bermacam-macam barang yang dijualnya, mulai dari kebutuhan rumah tangga, makanan, minuman, cemilan, rokok, dll.

Kedai gerobak. (Foto: Volta Ahmad Jonneva).

Da Boby membuka kedai gerobaknya setiap sore hari ketika parkiran yang ada di tepi jalan depan Taman Syech Kukut sudah mulai sepi. Biasanya, Da Boby akan berjualan sampai pagi keesokan harinya. “Saya kadang bergantian jaga kedai dengan istri saya,” ujar Da Boby waktu saya tanya. “Pas buka, biasanya istri saya yang duluan jaga, kalau sudah malam, baru saya yang jaga.”

Warung Pak Djon, adalah salah satu contoh warung bangunan tetap, tetapi tidak buka 24 jam. (Foto: Tiara Sasmita).

Umumnya, pembeli yang datang ke kedai itu, kalau di bawah jam sepuluh malam, adalah orang-orang yang berkunjung bermain ke Taman Syech Kukut. Tidak sedikit pula, orang-orang yang sambil lewat sepulang dari pasar juga singgah di sana. Tapi kalau sudah dini hari, biasanya orang-orang yang tinggalnya jauh dari daerah itu, juga datang belanja ke kedainya Da Boby. Mungkin pertimbangannya karena menurut mereka kedai gerobak Da Boby agak lebih murah daripada kedai gerobak yang lain.

Suasana malam hari di sekitaran Tugu Canaro, Kota Solok. (Foto: Volta Ahmad Jonneva).

Kedai gerobak yang buka di depan Taman Syech Kukut tidak hanya Da Boby, tetapi juga ada kedai gerobak yang lain dan lebih lengkap isi kedai nya, seperti kedai gerobak Pak Wen. Kedai gerobak Pak Wen ini juga beda dari kedai gerobak pada umumnya. Pak Wen menyulap mobil miliknya menjadi sebuah warung dengan desain yang disesuaikan sehingga bisa memuat begitu banyak barang yang akan dijualnya.

Sebelumnya, Pak Wen berjualan menggunakan becak motor yang juga didesain hampir seperti kedai gerobaknya yang sekarang. Pak Wen mendesain sendiri kedai gerobak mobilnya yang sekarang itu. Berdasarkan rancangan yang dia bikin itu, Pak Wen meminta pertolongan temannya yang berprofesi sebagai tukang untuk membuat gerobak mobilnya menjadi seperti sekarang ini. Pak Wen hanya melengkapi bahan-bahan untuk pembuatan gerobak mobilnya tersebut. Pak Wen juga menambah panjang mobilnya ini sekitar satu meter supaya menjadi lebih lapang dan bisa memuat lebih banyak barang dagangan di dalamnya. Di dalam mobilnya itu, Pak Wen bisa memuat barang-barang, seperti  lemari dan kulkas, etalase, rak-rak, dan juga televisi. Pek Wen bahkan juga membuat ruangan khusus untuk tidur di dalam mobinya ini. Kalau dia kelelahan atau mengantuk, dia bisa tidur bergantian dengan istrinya disaat jualan.

Kedai Gerobak Pak Wen. (Foto: Volta Ahmad Jonneva).

Pak Wen berjualan di sana sudah sejak tahun 2010. Dia tidak hanya berdagang kebutuhan sehari-hari, tapi Pak Wen juga punya pekerjaan sampingan sebagai kuli bangunan di dekat rumahnya. Dan juga, Pak Wen mempunyai usaha keluarga yang lain, seperti usaha sewa permainan mobil-mobilan untuk anak-anak. Dulu, Pak Wen biasanya membuka lapak sewa mobil-mobilan itu di dalam area Taman Syech Kukut. Tapi semenjak peristiwa penggusuran terjadi, Pak Wen tidak bisa lagi membuka usahanya ini sehingga sekarang mobil-mobilannya itu hanya tersimpan di rumah.

Pak Wen sendiri tinggal di Tanah Garam, tepatnya di Gawan, Kota Solok. Jarak tempat dia biasa berjualan sekarang dengan rumahnya tidak begitu jauh, sekitar sepuluh menit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Pak Wen dan istrinya adalah orang asli Bunguih. Mereka sudah sembilan tahun merantau ke Kota Solok. Sebelumnya, Pak Wen juga pernah  merantau ke Jakarta sekitar empat tahun lamanya.

Sama seperti Da Boby, Pak Wen juga biasanya berjualan dari pukul empat sore sampai pukul delapan pagi esok harinya. Pak Wen juga menjaga kedainya berdua dengan istrinya. Terkadang, kalau hari libur, tidak jarang pula anaknya juga ikut membantu menunggui kedai gerobak mereka. Pak Wen mempunyai dua orang anak laki-laki yang sudah dewasa. Sewaktu usaha mobil-mobilan mereka aktif, Pak Wen sering dibantu oleh anaknya yang sulung, terkadang anaknya juga mengajak temannya untuk ikut mengelola usaha mobil-mobilan mereka.

Barang-barang dagangan Pak Wen. (Foto: Volta Ahmad Jonneva).

Kalau hari-hari besar, seperti lebaran atau tahun baru, biasanya Pak Wen menambah lagi personilnya sehingga bisa melayani pembeli yang sangat banyak. Di hari-hari besar seperti itu, Pak Wen biasanya membeli atau menstok dangangannya tiga kali lebih banyak dari biasanya, sebab tidak mungkin membeli stok barang di tengah-tengah ramainya pembeli yang meminta barangnya.

Dengan usahanya sekarang, Pak Wen sudah bisa membiayai hidup dan pendidikan kedua anaknya. Si sulung sekarang sekolah di pesantren di daerah Sulit Air. Ia biasanya pulang sekali setiap enam bulan atau ketia libur semester saja. Sedangkan anak Pak Wen yang lebih kecil sekarang menempuh pendidikan menengah di SMP N 6 Kota Solok, tidak jauh dari rumah Pak Wen.

Sekarang, Pak Wen belum ada niatan untuk menambah usaha lain. Pak Wen mengaku bahwa ia cukup nyaman dengan usahanya sekarang yang sudah mulai berkembang. Tapi Pak Wen ada niat menabung untuk membeli mobil dan meluaskan usaha kedai gerobaknya ini. Walaupun niatnya itu belum berjalan sesuai dengan apa yang dipikirkan Pak Wen, “Yang penting jalani aja apa yang ada di depan mata,” ujar Pak Wen.


Artikel belumnya telah dipublis di buku/katalog pameran open studio “Di Rantau Awak Se”, dengan judul Mini Market Malam Solok dan juga dipublikasi di www.akumassa.org (http://akumassa.org/id/mini-market-malam-solok/) 

Volta Ahmad Jonneva (Kinari,1995) lulusan Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Aktif sebagai salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi sejak tahun 2015. Salah satu pendiri Layar Kampus, sebuah inisiatif ruang tonton alternatif di kampusnya. Tahun 2018 lalu, ia juga terlibat sebagai tim kuratorial pameran Kultur Sinema - ARKIPEL Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival. 2019, ia mengkuratori sebuah pameran stikel bertajuk "Lem In Aja" bersama Rumah Ragam di Kota Padang. Ia juga merupakan salah seorang partisipan program Milisifilem di Forum Lenteng Jakarta (2019).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.