Bertandang Ke Pustaka Nagari Kelurahan Kampung Jawa, Solok

Catatan Pustaka Nagari Kampung Jawa, Bagian I

Rabu siang (29/10/2016) lalu, sekitar pukul 14:30 aku bersama rekan kerjaku Albert, menghampiri sebuah Pustaka Nagari, yaitu bertempat di Kampung Jawa, Kota Solok. Teman ku memarkirkan kendaraannya di seberang jalan tepatnya di depan Madrasah Ibtidayah, Kampung Jawa. Dari sebarang jalan, di dekat bangunan pustaka, tampak sedang ada perbaikan trotoar dan selokan. Kami menuju pustaka, melangkahi trotoar atau selokan itu. Kami memasuki bangunan perpustakaan yang kecil dan tampak usang itu. Di dalamnya, seorang perempuan tengah duduk sambil mengiris buncis di atas salah satu meja yang berantakan. Kami bersalaman dengannya dan kami memperkenalkan diri, uni itu pun menyambut kami dengan hangat. Ia mempersilahkan kami duduk. Uni Des namanya, dia berdagang gorengan di depan pustaka. Awalnya kami pikir dia adalah pengelola perpustakaan ini, ternyata bukan. Dia hanya berinisiatif membuka pustakan itu setiap kali Ibu Fatmawati (pengelola perpustakaan sebenarnya) tidak hadir. Siang itu Ibu Fatmawati atau yang biasa disapa ibuk Fat sedang sakit, karena kecelakaan yang dialaminya beberapa waktu lalu.

Uni Des (Baju Putih Biru) saat mencari daftar pengunjung dan Penulis yang sibuk mencatat informasi.

Uni Des (Baju Putih Biru) saat mencari daftar pengunjung dan Penulis yang sibuk mencatat informasi.

Uni Des, sudah berdagang di depan pustaka itu lebih dari satu tahun, jadi ia cukup tahu bagaimana proses peminjaman buku di sana. Buku catatan peminjaman dan buku pegunjung semuanya ada di laci meja pengelola Pustaka Nagari. Temanku juga menanyakan banyak hal yang dianggapnya penting, terutama informasi mengenai statistik pengunjung, data buku, sumber buku, dan respon masyrakat terhadap pustaka ini.

Sekarang sangat jarang sekali orang untuk berkunjung ke pustaka kecil dipersimpangan Kampung Jawa ini. Menurut Uni Des, hal itu dikarenakan minat baca masyarakat sekitar sini rendah, dulu masih ada beberapa mahasiswa dan siswa-siswa sekitar sini yang berkunjung, untuk mencari bahan pelajaran mereka. Uni Des berpendapat ini dikarenakan semua bacaan bisa diakses lewat internet.

Uni Des memberikan kami buku pengunjung dan menunjukkan data peminjaman buku dari  tahun 2016. Kalau pengunjung sebenanya cukup banyak, walaupun terus berkurang, sedangkan pengunjung yang meminjam buku dari awal Januari sampai November cuma 17 orang. Pandanganku beralih pada rak-rak buku yang terlihat kusam. Aku ingin melihat koleksi buku apa saja yang ada di sana. Susunan buku-buku itu sama sekali tidak rapi, dan juga tidak lagi sesuai dengan kategori-kategori yang tertulis. Tidak seperti perpustakaan besar yang pernah aku kunjungi. Dari yang aku lihat, koleksi buku – buku yang ada lebih banyak diisi oleh buku-buku agama, beberapa tentang pemerintahan, perdagangan, dsb.

Koleksi buku-buku di Pustaka ini beberapa didapat dari hibah warga sekitar. Selain itu satu kali dalam sebulan, perpustakaan Umum Kota Solok menukar buku – buku yang ada di sini dengan koleksi berbeda (ditukar, bukan diberi), sekali – kali juga ada dari perpustakaan Provinsi memberikan buku di sana. Peminjaman di sana pun sama layaknya perpustakaan yang ada, masih memakai photocopy KTP. Warga yang dikenal, biasanya bisa meminjam buku tanpa harus menjadi anggota pustaka di sini.

Anak – anak Sekolah Dasar (SD) atau anak-anak yang sering mengaji di dekat pustaka ini, sebelumnya juga sering meminjam buku. Kadang mereka baca disini, kadang dibawa pulang, dua atau tiga hari baru dikembalikan. Selain buku-buku yang berkaitan dengan tugas sekolah, biasanya mereka juga sering meminjam buku dongeng atau buku-buku bergambar.

Bangunan perpustakaan ini, sebelumnya merupakan kantor Lurah yang telah dipindahkan ke lokasi baru. Baru sekitar empat tahun ini Pustaka Nagari ada. Selain sebagai perpustakaan, bangunan yang merupakan satu ruang lepas ini juga menjadi tempat kesekretariatan Bundo Kanduang, semacam oraganisasi ibu-ibu dalam konteks adat di bawah payung kelurahan. Bangunan ini tepat berada di persimpangan jalan. Di seberang trotoar yang sedang dibangun itu, merupakan jalanan lintas antar kelurahan yang sering dilalui oleh minibus dan sepeda motor, namun menurut Uni Des, sepertinya itu tidak terlalu menganggu para pembaca di sini.

Aku sebenarnya prihatin melihat perpustakaan yang merupakan tempat distribusi pengetahuan warga kelurahan ini agak berantakan. Tapi apa boleh buat, kata Uni Des, tidak ada tenaga pustaka yang hebat, yang mau jadi relawan di sini. Menurut Uni Des, Ibuk Fat sendiri, selaku pengelola pustaka juga tidak mendapatkan honor untuk mengelola perpustakaan ini. Temanku juga menanyakan Buk Rosmini, dia adalah penanggung jawab teknis di perpustakaan ini, Uni Des pun menunjukkan kami dimana rumah Buk Rosmini. Selain buk Far dan Buk Rosmini juga ada ketua perpustakaan yakni Bapak Suardi yang merupakan suami ibu Rosmini.

 

 

Temanku juga menanyakan masalah yang di perpustakaan nagari yaitu: kurangnya minat baca, dan pengelola ungkap Uni Des. Temanku menanyakan alamat Buk Fat. Uni Des pun mulai menyiapkan dagangannya, aku dan temanku melihat – lihat buku yang ada. Setelah usai kami melihat buku – buku di sana kami pun meninggalkan Pustaka Nagari.
Kami mengunjungi rumah Buk Fat, kami hanya bertemu dengan anak laki – laki Buk Fat. Temanku menjelaskan maksud dan tujuan kami datang kesana, ia pun mengatakan kalau Buk Fat sedang istirahat dan tidak bisa diganggu, mungkin sampai beberapa hari katanya. Kami memutuskan untuk meninggalkan rumah Buk Fat.
Tidak jauh dari rumah Buk Fat, terdapat sebuah persimpangan jalan rel kereta api. Persimpangan itu dinamakan Simpang Kamboja, karena memang disana ada pohon kamboja besar. Di sana temanku memutuskan untuk berhenti dan memesan segelas kopi. Di sana tiga orang remaja tengah ikut duduk dikedai itu, Sintya, Icha, dan Yudi. Albert juga menanyakan hal yang berhubungan dengan pustaka pada adik-adik ini. Sintya dan Yudi jarang ke pustaka, Icha sendiri mengaku dulu sering ke pustakan, ia cukup gemar membaca buku-buku dongeng. Rumah Icha sekitar 100 meter dari perpustakaan, tapi Ia mengaku sekarang sudah jarang ke perpustakaan, karena ia sering melihat perpustakaan itu tutup.
Di sela obrolan, temanku menanyakan rumah Buk Rosmini. Ternyata rumah beliau tepat berada di depan kedai kopi tersebut, tepatnya di TK/Paud Restu Bunda, di depan Simpang Kamboja. Kami memutuskan ke rumah itu, dan menitipkan kopi yang ia pesan tadi. Di rumah itu kami tidak bertemu dengan Buk Rosmini, tapi anaknya, yakni Uni Lisa, dia juga tidak tahu Ibu Rosmini pergi kemana dari siang tadi. Kami melanjutkan obrolan dengan Uni Lisa yang sebenarnya juga tertarik dengan riset kami. Ia memprediksi Ibu Rosmini, kali ini  menginap di rumah yang satu lagi, tapi ia berjanji akan mengabarkan kalau Ibu Rosmini datang.
Sore itu kami meninggalkan, rumah Ibu Rosmini, kembali ke kedai Kopi, adik-adik tadi masih duduk ngobrol di sana. Albert menyelesaikan kopinya, dan kita bersiap pergi, sebelum itu tidak lupa kami menantang adik-adik ini, Ayo Ke Pustaka Lagi, nanti kita bikin hal menarik di sana.

Solok, 29 September 2016

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.