Monthly Archives: February 2016

PELAJAR SOLOK BELAJAR SENI GRAFIS BERSAMA GUBUAKKOPI

Sabtu, 27 februari 2016, Komunitas Gubuak Kopi menggelar “Workshop Seni Grafis” yang diikuti berbagai pelajar, anak-anak, dan umum di Kota dan Kabupaten Solok. Kegiatan ini tepatnya diselenggarakan di Gallery Gubuakkopi, di Kelurahan Kampung Jao, Kota Solok.

 

Kegiatan ini adalah salah satu rangkaian dari program Kelas Warga edisi Februari, yang diagendakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam distribusi pengetahuan seni, dan memperkenalkan seni sebagai media bagi warga. Kegiatan ini mulai pada siang hari dan berakhir hingga sore hari. Diawali dengan pengantar Seni Sebagai Media oleh Albert Rahman Putra. Para peserta diajak mengenal praktek berkesenian sebagai media setiap orang dalam mengkomunikasikan apa yang menjadi ekspresi dan aspirasi mereka. Hal ini terutama ditujukan sebagai respon atas minimnya koten muatan lokal yang memperpanjang suara warga di media arus utama. Menurut Albert, sebagian besar konten media lokal lebih mengedepankan kepentingan citra ‘kalangan atas’ dan pemilik modal. Dan ini salah satunya berdampak pada keapatisan warga dalam membangun daerahnya.

DSC_2126

Albert  saat memberi pengarahan pada peserta workshop

Albert, selaku ketua Komunitas Gubuak Kopi juga mengajak para peserta, yang sebagian besar mewakili sekolahnya, untuk membentuk kelompok belajar ataupun kelompok seni untuk mengembangkan kemampuan berkesenian yang ia dapat dari kegiatan hari itu. Selain itu juga mengajak para peserta ini nantinya mampu mengembangkan segala bidangnya untuk berpihak pada kepentingan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.

Rangkaian kegiatan ini dilanjutkan dengan pengenalan seni grafis oleh Volta Ahmad Joneva. Merupakan salah satu anggota dari Komunitas Gubuak Kopi yang mendalami seni rupa grafis. Dari sekian banyak gaya dan teknik seni grafis yang diperkenalkan Volta, ia memilih gaya dan teknik grafis manual untuk dikenalkan pada para pelajar. Selain teknik ini sederhana, teknik ini juga merupakan teknik yang cukup jarang didapatkan oleh pelajar di sekolahnya.

DSC_2142

Volta dan Roro saat memberikan materi workshop seni grafis

Di bawah arahan Volta dan kakak-kakak Komunitas Gubuak Kopi, para peserta diajak untuk menetukannya sket gambar yang mereka ingikan. Kemudian mentrasnfernya secara miror (cermin/terbalik) ke karet lino yang telah disediakan oleh panita. Gambar yang telah ditransfer, ‘dicukil’ dan kemudian diberi cat untuk ditempel (sablon) ke media mereka, seperti kertas, kaos, atau tas. Seperti yang telah diundangkan para peserta, dianjurkan membawa masing-masing satu buah kaos.

Peserta dibebaskan untuk membawa pulang cetakan (cukilan di karet lino) mereka. Dan juga peserta diberi kesempatan untuk menyablon sendiri kaos yang mereka bawa. Selain itu setiap cetakan juga ditempalkan pada media kertas sebagai arsip bagi Komunitas Gubuak Kopi. Seperti yang telah disepakati sebelumnya karya yang dicetak pada media kertas ini juga akan dipamerankan sewaktu-waktu oleh Komunitas Gubuak Kopi.

 


Lihat dokumentasi foto lainnya:

Dokumentasi Video

KELAS WARGA: WORKSHOP SENI GRAFIS (SENI SEBAGAI MEDIA)

Komunitas Gubuak Kopi dengan bangga mempersembahkan Workshop Seni Grafis (Seni Sebagai Media) pada Sabtu, 27 Februari 2016, pukul 11.00 WIB, di Gallery Gubuakkopi: Jln. Yos Sudarso, no 427, Kelurahan Kampung Jao, Solok (TK Al Quran lama / Belakang Andeska)

 

Sejak akhir tahun 2015, Komunitas Gubuak Kopi dan warga Kota Solok secara aktif melakukan kolaborasi dan kegiatan-kegiatan bersama, terutama dalam rangka mengembangkan praktik serta pengetahuan seni dan media. Agenda tersebut ditujukan sebagai salah satu respon atas tidak maksimalnya peran ‘media lokal’ dalam menjembatani aspirasi warga. Sebagian besar konten media membicarakan kepentingan-kepentingan kelas atas/petinggi daerah dan pemilik modal. Pola seperti ini bisa ditemukan hampir diseluruh daerah. Dalam konteks Solok, pola ini salah satunya berdampak pada sikap ‘apatis’ warga terhadap pembangunan daerahnya. Menyikapi hal itu, di sepanjang tahun 2016 Komunitas Gubuak Kopi mencanangkan beberapa kegiatan berupa pengenalan ‘media’ sebagai alternatif warga dalam menyampaikan aspirasinya, atau dalam kalimat lain memberdayakan seni sebagai media warga untuk terlibat aktif dalam menentukan arah pembangunan daerahnya.

Pada kesempatan ini, Komunitas Gubuak Kopi melalui program Kelas Warga edisi Februari, mengenalkan Seni Grafis yang bisa menjadi salah satu pilihan warga. Kegiatan kali ini melibatkan beberapa kelompok dan pelajar dalam tingkat sekolah menengah atas sebagai peserta workshop. Agenda ini akan dibimbing oleh Volta Ahmad Joneva sebagai pemateri workshop dan Albert Rahman Putra sebagai pengantar wacana ‘Seni Sebagai Media’. Kegiatan ini juga terbuka untuk umum, setiap peserta undangan diminta untuk membawa satu buah kaos polos sebagai salah satu media grafis di luar yang disediakan panitia.

DOC. SINEMA POJOK 7

Dokumentasi penayangan: Emak Bakia (Leave Me Alone) karya Man Ray (France, 1926), 16 Menit, bisu; dan Marah di Bumi Lambu karya Hafiz Rancajale (Indonesia, 2014), 93 menit. Bahasa Indonesia.

Sabtu, 20 Februari 2016

19.39 Wib
at Palanta Sinema Pojok Gubuakkopi.
Jln Yos Sudarso, 427, Kelurahan Kamp. Jawa, Kota Solok. (TK Al quran lama)

Link terkait: Poster Sinema Pojok #7 


foto oleh

Taufik, Dhely, Albert

BAGAMAIK DAN PRAKTEK DEMOKRASI DI KAMPUNG JAO, SOLOK

Pada Kamis, 18 Februari 2016 ini, Komunitas Gubuak Kopi berkesempatan menjadi saksi sejarah praktik pembelajaran demokrasi di Kelurahan Kampung Jao (Kampung Jawa) Kota Solok. Malam itu di Galeri Gubuakkopi, berlangsung penyampaian visi-misi calon Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kampung Jao untuk priode 2016-2019. Kegiatan ini dihadiri oleh pihak kecamatan, kelurahan, niniak mamak, alim ulama, ketua pemuda, PKK, bundo kanduang, RT/RW, tokoh masyarakat, dan warga Kelurahan Kampung Jao umumnya.

 

P_20160218_211446.jpg

Bapak Delfianto (bediri) menyampaikan arahannya selaku camat yang akan melantik LPMK nantinya.

Menurut Bapak Camat Kelurahan Kampung Jao, ini adalah kali pertama diselenggarakannya pemilhan terbuka mengenai posisi ketua LPMK.

“Di Kecamatan Tanjung Harapan, yang terdiri dari enam kelurahan. Ini adalah kali pertama saya menyaksikan agenda pemilihan LPMK yang sangat demokratis ini…” ujar Bapak Delfianto selaku, Camat Tanjung Harapan, Kota Solok dalam sambutanya.

Menurut Bapak Camat, sebelumnya dia hanya menerima laporan langsung dari kelurahan menenai siapa ketua LPMK terpilih. Malah, ia pernah mendengar, sebelumnya untuk pemilihan ketua LPMK dipanitiai langsung oleh mantan ketua LPMK, dan menurutnya itu tidak patut.

“memang harus ada panitia khusus yang menyelenggarakan pemilihan ini, bukan dari mantan.” demikian pujinya mencegah adanya aksi ‘kongkalikong’.

 

Malam itu bapak camat cukup luas menjabarkan peranan LPMK bagi warga, terutama sebagai media aspirasi warga mengembangkan kelurahannya. LPMK akan bekerja berdampingan dengan kelurahan, semacam DPRD-nya Pemerintahan daerah, namun tidak politis. Hal ini menjadi acuannya dalam mengevaluasi kegiatan malam itu.

Sebelumnya oleh panitia diagenda kepada Camat dan Lurah untuk memberikan tanggapan atau pendalaman dari visi-misi dari 3 kandidat. Dengan alasan yang jelas ia menolak, sekaligus mencegah kelurahan mengutarakan penilannya. Baginya tanggapan membuka peluang untuk terjadinya penilaian yang sabjektif dan memihak. Makan dalam agenda itu seperti yang sepakati warga agenda mengenai “tanya-jawab, tanggap menanggapi, debat, komentar,” dihilangkan. Dan hal ini disepakati warga.

“saya hanya bisa memenuhi undangan untuk memberikan arahan, tidak untuk memberikan penilaian,”

Camat juga menjelaskan bahwa peran LPMK nantinya akan menjadi alat warga, untuk itu siapapun yang terpilih akan mendedikasikan dirinya untuk mewakili suara warga. Setiap kandidat hendaknya juga bisa memahami keinginan dan kebutuhan warga sesuai dengan kondisinya, tidak mewakili kelompok, partai, ras, etnis ataupun agama tertentu. Seperti halnya Kampung Jawa yang merupakan kelurahan besar, terletak dipusat kota, didalamnya hidup beragam etnis, dan agama.

Tiga kandidat LPMK malam itu antara lain; 1) Parjo; 2)Rily Ade; 3) Alexandra. Masing-masing kandidat menyampaikan visi – misinya dihadapan warga dan tokoh masyrakat lainnya.

Pemilihan akan berlangsung pada tanggal 27 Februari 2016 nanti. Mengenai tempat, Camat juga mengingatkan untuk dilakukan ditempat yang terbuka. Mengingat sebelumya dirancanakan akan dilaksanakan di kantor Kelurahan yang begitu sepi dan sempit. Ia menegaskan sebaiknya setiap orang dapat menyaksikan pemilihan dan penghitungan suara, dan harapannya kegiatan yang demokratis ini bisa menjadi contoh bagi kelurahan lainnya. Kegiatan malam itu belangsung lancar dan suka ria, ditutup dengan hiburan kesenian Gamaik (gamad).

SINEMA POJOK #7

Penayangan:

Emak Bakia (Leave Me Alone) karya Man Ray (France, 1926), 16 Menit, bisu

MARAH DI BUMI LAMBU
karya Hafiz Rancajale (Indonesia, 2014), 93 menit. Bahasa Indonesia

Free
Sabtu ini, 20 Februari 2016.
19.39 Wib
at Palanta Sinema Pojok Gubuakkopi.
Jln Yos Sudarso, 427, Kelurahan Kamp. Jawa, Kota Solok. (TK Al quran lama)

DOC. SINEMA POJOK 6

Mengenal dan memahami pesoalan lokal dengan wawasan global

Pada nomor Sinema Pojok ke 6, Komunitas Gubuak Kopi menghadirkan dua gaya filem yang berbeda. Filem pertama adalah “Bridge Go-Round” karya seorang experimental filemmaker asal Amerika: Shirley Clarke. Filem berdurasi 4 menit ini dirilis pada tahun 1958 di Amerika. Menyajikan footages sebuah jembatan besar di New York dari berbagai sudut. Gambar-gambar tersebut saling berdempetan dan tumpang tindih membentuk sebuah realitas baru, citraan visual yang imjinatif, bersama dua versi musik yang barangkali menghasilkan sensibilitas berbeda. Karya ini juga dimuat dalam koleksi “Treasures IV: American Avant-Garde Film, 1947-1986” oleh National Film Prefeserfation Foundation bersama 25 filem lainnya yang dianggap berperan penting dalam sejarah re-defenisi sinema di Amerika.

Dari karya Clarke salah satunya kita bisa melihat bagimana bahasa filem di era 50-an mengkorelasikan citraan visual dan bunyi. Seperti sebuah tarian yang semakin kompleks dengan sajian gerak dan musik. Konon Clarke sebenarnya hanya ingin menjadi penari, namun kemudian bakat itu disajikan dalam budaya sinema. Filem ini sengaja dipertontonkan di Sinema Pojok 6 sebagai pengenalan gaya-gaya dan perkembangan sinema dunia. Terutama mengisi kekosongan wacana pengetahuan sinema dunia di Solok (baca juga: Referensi Yang Buram).

Jpeg

Filem kedua yang diputarkan adalah Home, sebuah dokumenter panjang karya Yan Arthus-Bertrand, dirilis pada tahun 2009. Sebuah filem merekam perkembangan dan perubahan global yang terjadi di dunia. Filem ini secra estetis cukup menarik, bisa dikatakan semua gambar yang ia dapat diambil dari udara. Menghasilkan gambar-gambar yang menakjubkan atau gambar yang viewnya bisa dikatakan belum pernah dilihat banyak orang secara langsung. Dan di sisi lain filem ini mengajak kita, penonton, berada pada posisi mengamati bumiyang tampak sebagai sebuah objek yang semakin hari semakin kritis ditangan manusia rakus sebagai subjek.

Secara keseluruhan, filem ini menyajikan gambaran umum bagaimana kerakusan menjadi masalah bersama umat manusia yang hidup bergantung terhadap bumi. setiap citraan visual diiringi dengan narasi oleh seorang narator tunggal. Hampir sama sebenarnya dengan gaya dokumenter televisi umumnya, cendrung menggurui, dan membuat penonton pasif. Penonton terkesan seakan mendengar ceramah ketimbang ‘membaca sebuah teks’. Tapi isu yang dinarasikannya cukup mendalam, referensinya faktual. Tapi bagi saya filem ini masih menyisakan banyak misteri, terutama dengan jarak antara kamera dan kehidupan di bumi – sebagai objek, kita tidak melihat interaksi dan pola sosial secara objektif kotekstual – yang bagi saya adalah kunci untuk memahami persoalan ini. Keintiman, situasi politik, dan kesadaran budaya lokal saya kira adalah bagian penting untuk menilai persoalan ini.Jpeg

Jpeg

Filem Home sengaja diputarkan sebagai pengantar wacana lingkungan hidup dalam prespektif global. Dalam hal ini Komunitas Gubuak Kopi memoderasi penayangan ini untuk melihat persoalan lokal dalam pemahaman yang global, bahwa menjaga dan merawat bumi adalah tugas semua penduduk bumi. Apa yang menjadi masalah bersama dan apa yang bisa kita lakukan.

_____________