Lempar Bulan

GBKPictStory – Lempar bulan

Sejak ratusan tahun lalu, dunia sudah mengenal yang namanya kesenian rakyat (folklore). Hampir setiap etnis memlikinya. Beberapa kesenian rakyat tersebut kemudian tidak hanya terus berkembang ditengah-tengah masayrakat se-etnisnya. Sensibilitas kerakyatan yang digemakannya memudahkannya menjadi populer ditengah kehidupan global. Terutama ditengah mereka yang telah bosan dengan konstruksi kelas-kelas sosial. Sebut saja beberapa orang yang mempeloporinya seperti Joan Baez, Bob Bylan, Roma Irama, dan banyak lagi. Di tangan mereka suara-suara rakyat dirayakan dalam kerakyatannya. Tak heran banyak politikus merinding ketika Roma Irama mencalonkan diri sebagai presiden, setidaknya ketenarannya membuktikan ia mampu mengerti selera rakyat.

Ada beberapa poin penting yang barang kali sekaligus menjadi kata kunci  terkait kesenian rakyat yaitu: dari rakyat, kepada rakyat, untuk rakyat. Artinya ia hadir berdasarkan kebutuhan rakyat dan diselenggarakan oleh rakyat itu sendiri untuk merayakan kerakyatannya. Kemudian beberapa orang mulai bingung, ada sebuah oposisi biner yang mencolok. Lalu segelintir orang bertanya, rakyat yang mana?

Karya ini adalah re-presentasi realitas pada sebuah event pariwisata yang disokong oleh Pemerintah daerah setempat. Even yang telah menjadi agenda rutin (sekali dua tahun) pariwisata dan kebudayaan Kota Solok ini diberi tajuk Solok Folklore Festival.

***

pict 1 They and Them, then?

Suasana pertunjukan Solok Folklore Festival. ada yang duduk, ada yang jongkok, ada yang berdiri, dan ada yang tak terlihat. yang tak terlihat adalah tamu dari luar negeri dan luar kota, yang akhirnya di tutupi si berdiri dan si jongkok.
lalu?

1486858_409263825842787_560175978_nTontonan Bonus

lalu yang di samping, (yang jongkok dan yang berdiri) nonton tari sekaligus nonton aksi pengambilan gambar. Lalu?

pict3

 Terobos

Lalu seorang anak akhirnya memutuskan untuk menerobos kerumunan penonton dan berdiri di depan panggung. Panitia dan petugas menggiringnya ke pinggir. lalu?

960136_409266369175866_23414473_nMengalah

Lalu, si bocah akhirnya mengalah kemudian bertanya, entah pada siapa.

“Dima ama tadi?” (dimana ibu saya tadi?)
lalu?
1503837_409267535842416_18264811_nMana ibu saya?
lalu yang mana ibunya?.
1520701_409268539175649_1292473077_n
 Susah
Lalu panitia meminta pada petugas untuk membubarkan penonton yang jongkok dan berdiri.
Panitia: Pak, kasihan yang tamu yang di tenda terhalang “penonton”…
Petugas: Gak bisa, mau gimana lagi. Susah.
lalu?
1441178_409269799175523_191212327_n
Lempar Bulan
lalu kami pergi nonton game lempar bulan. 3 X Main 5000 saja.
Tamat.
Solok, 2013
________________________________________________
Pict Story Project| Peristiwa | Estetika | Mentalitas | Sosialita | Massa | Realitas | Seni Pariwisata
*) kolaborasi: Albert Rahman Putra | Hamim Abdul Aziz | Dian Yudistira | Fandy Edwardo

Albert Rahman Putra, biasa disapa Albert, adalah seorang penulis, kurator, dan pegiat budaya. Merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, dengan fokus studi pengkajian seni karawitan. Dia adalah pendiri Komunitas Gubuak Kopi dan kini menjabat sebagai Ketua Umum. Albert aktif sebagai penulis di akumassa.org. Ia juga memiliki minat dalam kajian yang berkaitan dengan media, musik, dan sejarah lokal Sumatera Barat. Manager Orkes Taman Bunga. Tahun 2018 bersama Forum Lenteng menerbitkan buku karyanya sendiri, berjudul Sore Kelabu di Selatan Singkarak. Ia merupakan salah satu kurator muda terpilih untuk program Kurasi Kurator Muda yang digagas oleh Galeri Nasional Indonesia, 2021.

0 comments

  1. Kelas rakyat.. kelas penonton undangan… kelas penonton pejabat… kelas artis… Pesta Seni rakyat, lho…

    Mending maen lempar bulan… 3 kali maen cuma 5 ribu.. tak pandang bulu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.